Sunday, March 22, 2015

Sajak-Sajak Riki Utomi

Selatpanjang

kami berada di ujung kepalamu, selatpanjang.
tebingtinggi yang menaruh harapan, degup jantung
secepat mesin kempang ketika menyusuri arus
gelombang. ketika sampai di ujung pulau rangsang,
degup jantung pun hilang, selaksa lambaian nyiur
mengangkasa oleh cericit elang laut memekik
membahana.

kami berada di tubuhmu, selatpanjang.
mencermati tiap jengkal lembut gambut
ketika pijakan kaki oleng oleh lain pikir kita.
namun merambat ke sukma paling dalam.
di mana segala duri dalam lubuk hatimu
tak lagi sekeras masa lalu namun dapat
meramu ke penjuru maju oleh lindap asing
oleh rantauan kaki berpijak.

kami berada di matamu, selatpanjang.
lihatlah tajam tiap jengkal pulaunya. singgasana
datuk bercakak pinggang di tanah merbau.
segala amuk menyatu ke segenap rantau sampai
ke siak, bengkalis, dan tumasik. mengusik
peta batin kita bahwa di sana, selatpanjang
mengukir denyut nadi kita dalam lingkup
panjang jarum jam, dalam ruang luas perahu
yang melaju di deras air selat hitam.

Selatpanjang, 2015



Memungut Sunyi

kami hanya dapat mengeja satu dua saja.
dari lindap yang urung datang. gelap mirip
hatimu sekarang, tanpa ampun mengajakku
ke arah lain yang terlarang.

kami lalui saja dengan segala apa yang
kemuncak di hati. di ujungnya hampir tak ada.
hampir tak kena, menjurus kepada malam
yang lain.

kami hanya memungut sunyi, lewat celah
hatimu yang batu. lewat gundah yang merumit
itu, ke segenap ujung, ke segenap waktu yang
bertarung.

Selatpanjang, 2015



Dalam Lipatan Sunyi

dalam lipatan sunyi, kau menaruh hati:
dendam lama yang terkurung, usut kusut
yang terselubung. lalu menghanyutkannya
tanpa tahu ke mana.

dalam lipatan sunyi, waktu mengurung:
ke dalam relung-relung paling ngilu,
dalam dan ujung, merambat sampai
merekah jantung.

dalam lipatan sunyi, kami hanyut:
melipat diri, mencari celah hanyut.
mencuri celah waktu, melepas ungkap,
tercerabut oleh mimpi, mimpi kelam
yang lain.

Selatpanjang, 2015



Seluas Hatimu

seluas hatimu aku berhak menyimpan apa saja.
termasuk serpih retak jantungku melihat kusam
wajahmu. wajah yang menyimpan mimpi oleh
gerak batin yang tak kokoh lagi. hancur mirip
bumi dari retak lidah api.

sekelumit hatimu adalah kabar lain dari hidup ini.
aku tak dapat merangkai segala degupnya. aku tak
utuh menggapai segala denyutnya. aku tak utuh
mengeja segala ucapnya. semua meletih dari ucap
lain, dari makna yang ganjil itu.

Selatpanjang, 2015



Tentang Januari

januari memberikan dahaga.
matahari hampir di ujung kepala.

hampir melepas kulit di tangkai.

harapan gosong tanpa rindang
dan usai kokoh yang sia-sia.

Selatpanjang, 2015



Sebuah Batas

mungkin hanya seinci, batas kita hilang.
ketika kau tak lagi melihatku. satu dua
arti tak lagi mampu untuk dicermati
menjadi luapan lain yang mengganggu.

sebuah batas melepas dari dirimu.
menuju kepada objek tirus wajah tiran.
kau coba meresapi seluruh ingatan
tentang hari-hari lain sebagai ungkap diri.
ranum luput tak berjanji.

Selatpanjang, 2015


---------------
Riki Utomi, alumnus FKIP UIR Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis puisi, cerpen, esai, naskah drama. Sejumlah karyanya terangkum dalam antologi Ziarah Angin, Fragmen Waktu, Munajat Sesayat Doa, Rahasia Hati, Sekeping Ubi Goreng, Dari Negeri Poci 5, dll.


Lampung Post, Minggu, 22 Maret 2015

No comments:

Post a Comment