Sunday, September 29, 2013

Sajak-sajak Alizar Tanjung

Batu Asahan Mengasah Mata Cangkul

pada tumpul mata cangkul, mataku, kau batu asahan
kau asah hidupku, serupa hidup petani yang bangun
pagi hari, kau tajamkan yang tumpul, biar lunak
tanah yang keras.

air basahan batu asahan itu juga yang memoles
tubuhku, berkarat telah mengkilat, tajam telah
bersepuh, kini sepuh milikku, padamu tubuh susut
di tajam mataku.

(Rumahkayu, 2013)


Hujan Desember

di musim hujan Desember, daun berguguran di ladang,
murai berhenti berkicau, engkau terukakan cangkul
ke tanah, musim hujan ini musim meneruka,
menanam tampang kentang, menyemai benih cabai.

makin kasar garis tanganmu saat buruh di kota
di detik yang sama meneriakkan perlawanan
jangan kempeskan perut kami, pada garis tanganmu
sungai mengalir mengaliri perih,
jatuhnya di tangkai cangkul.

di kota pada tempat yang berbeda, di musim hujan
di detik yang sama, orang pinggiran berbicara
air ini telah sampai batas leher kami, besok
menutupi ubun kepala.

(Rumahkayu, 2013)


Kota Tua Batangarau

aku menelusuri jalan ini, kiri-kanan gedung tinggal
peninggalan Hindia-Belanda, jendela pecah,
pintu dirantai, dinding yang dijalari bunga,
tenggerek bersuara nyaring dari dalam, jauh di depan
jejak pelabuhan masih bernada.

pikiranku menuju masa lampau di gedung ini,
bau alkohol menyeruak dari gelas dan botol
miliki Hindia-Belanda di hari pesta, anak-anak
kulit putih bernyanyi riang menjelang berangkat
sekolah.

tiba-tiba gedung ini telah kosong, kemerdekaan
mengosongkannya.

(Rumahkayu, 2013)


Puisi yang Aku Cintai

seperti, "daun yang mencintai batang, menggugurkan
dirinya, agar batang bertambah tumbuh kembangnya,
daun menjadi pupuk, pupuk menjadi makanan batang,
sirna dirinya."

aku mencintai puisi, puisi mencintai aku,
aku datang kepadanya dengan sayang,
dia serahkan dirinya kepadaku dengan sayang,
aku belai rambut puisi yang hitam, lalu memerah,
lalu memutih, puisi sambut tanganku yang halus,
lalu kasar, lalu keriput, aku cium bibir puisi,
puisi terima lidahku yang harum, hambar, busuk.

kami saling cinta, aku menikahi puisi, pengantinku
bergaun, ungu, merah jambu, jingga, ke kamarku
kubawa dia, "kita melahirkan anak puisiku sayang,
karena cintaku padamu tumbuh berkembang."

puisi melahirkan satu anak
aku berikan seratus bakal anak, puisi melahirkan
seratus anak, aku berikan seribu bakal anak, puisi
melahirkan seribu anak, aku gugur dan dan cintaku
yang bernama puisi tumbuh berkembang, semusim,
seabad, seratus abad, seribu abad.

(Rumahkayu, 2013)


Hitam Rambutmu

pada ujung kuku, pada sentuhan itu, pada belaian
lima jemariku, pada puncak hidungku, pada angin harum
aroma rambutmu yang melesat ke dadaku,

mengingat warna rambutmu yang menghangatkan
di tepi kota, di pelabuhan pertemuan dan perpisahan
segelap hitam yang tidak mau mengalah,

aku lakon cinta yang tidak kalah dengan perpisahan,
sepi memang bermain dalam kenangan, tapi kenangan
menghidupkan seteguh burung laut yang terbang
sepanjang tahun dan tahun berikutnya.

kapal itu telah berlayar sepanjang pulau dan air yang surut
ke tengah lautan, ke palung yang menyusuri tubuhnya
sendiri,

dan kau di dalamnya sewarna hitam rambutmu
yang makin aku cinta, aku mesra, aku abadikan dalam
sajak ini meski sajak ini sajak terakhir untukmu.

(Rumahkayu, 2013)


----------
Alizar Tanjung, sedang menyelesaikan S-2 di IAIN Imam Bonjol Padang. Karya-karyanya dipublikasikan di koran lokal dan nasional.


Lampung Post, Minggu, 29 September 2013

Sunday, September 22, 2013

Sajak-sajak Darojat Gustian Syafaat

Segala Sesuatu Menjadi Dekat 

kurenungi waktu yang begitu singkat
segala sesuatu menjadi dekat
bila kita mengakhiri pergulatan
dalam pikiran sendiri
sebab itu hanya ilusi dari bayang-bayang
kenangan yang menyimpan cintaku

keabadian bukan cuma milik sendiri
di ladang hati yang mulai kerontang
biarkan rumput-rumput liar terus menjalar
mengingatkanku pada camar mencari jalan keluar
sekian lama tersesat dari gerbang kepalsuan

ya, demikianlah mendepa jauhnya jarak
terasa dekat bila kita menggunting waktu

2011


Kabar Tak Terucap 

mengeja hari lewat waktu yang terus mengalir
dari celah-celah sunyiku, ada serangkum rindu
memanggilku dengan suara merdu
senantiasa kau tahu bahwa aku sedang menunggu
sebuah kabar yang tak terucap dari lisan-lisan
kepalsuan dan kekakuan tentang arti hidup

lalu kuterjemahkan mimpi (juga rahasia) yang dulu
sempat aku pancangkan di langit-langit doa
agar titik kepasrahan menyusuri labirin hati

ah, kabar apakah yang bisa terdengar pada desau angin
dalam malam sedingin ini, tak mampu lagi aku mencacah
duka menjadi kata yang tak terbaca dan terucap

pada akhirnya kucecapi segala nikmat yang datang
menyambutmu dari kepekaan rasa
agar dinding tahajudku penuh pahatan doa
menjelma cinta abadi dari rautan mimpi

2012


Mimpi yang Terpetakan

pada akhirnya kutemukan kembali tanda mimpi
yang dulu tersesat di sepanjang jalan sepi
membiarkan diriku asing pada wujud nyata
hingga aku semakin dalam tenggelam
pada ritus kesunyian

membangun kembali puing-puing mimpi
tiada dinding dan tirai doa
merupakan ilustrasi tanpa akhir
jika tak terpancangkan sebuah alamat
di jalan-jalan itu, hingga mimpi terpetakan

menapaki setiap jejak langkah menuju
arah peta yang telah tertulis dari kekosongan
sebagai awal dalam mengakhiri derita
sebab setiap mimpi menjelma mimpi lain
menjadi ratusan fragmen rahasia

menghayati setiap alur cerita dari sebuah mimpi
ibarat membaca skenario selalu tak terduga
antara nyata dan tiada
ia senantiasa bermetamorfosis dalam kehidupan

bahwa sesungguhnya: mimpi yang terpetakan
menjadi pijakan awal dalam menafsiri
isyarat-isyarat rahasia pada tepi
pemahaman tentang mimpi
yang tak pernah aku tuntaskan dulu

2012


Perempuan Daun Jati

daun jati kunikmati
betapa langit petapa begitu biru
terbukalah segala isyarat di pintu abadi
mengakhiri pesan para musafir yang berlalu

daun jati selalu terbentang untukku
yang terkubur dari mimpi, yang kini
kutempuh dengan jalan baru
sungguh indah tempat berteduhku di sini

di mana bumi penyair ditegakkan
bersama zikir daun jati
melintasi waktu yang menggenang
sebab aku tenggelam dalam muaramu

2013


Doaku, Selalu Ada

ulang tahunmu
doaku mengalir pada siang, pada malam
menembus waktu yang abadi di celah batu
sebelum subuh senantiasa bergemuruh

doaku tak henti mengurai sunyi
jejak-jejakmu kuhitung
bersama sembah sejiwa
di antara roda kehidupan

di sini, doaku selalu ada
saat denting hamdalahku
bergema memuncaki segurat rasa
hari-harimu selalu terbilang
sebab segalanya hadir: cinta

2013

----------------------
Darojat Gustian Syafaat, alumnus Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Madura. Aktif menulis sejak 2001. Kini menjadi pengasuh Pusat Pendidikan Islam Al-Faatih, Desa Jatimulyo, Jatiagung, Lampung Selatan.


Lampung Post, Minggu, 22 September 2013

Sunday, September 15, 2013

Sajak-Sajak Masduri

Persimpangan Waktu

Sejarah mencatat gerak waktu
Catatan pinggir kelahiran kata-kata
Wujud dari gerak diri yang mengabadi
Sebuah andai setiap napas
Kejadian yang digarap setiap pemenang

Surabaya, 24 Juli 2013


Catatan Malam

Aku menulismu dalam catatan terang
Meski gelap sejak sore tadi menyelimuti diri
Bersetubuh dengan narasi panjang impian
Aku bukanlah pendusta yang berkeliaran tanpa pikiran
Banyak hal yang ingin digarap sepanjang halaman
Namun kantuk sesekali menggelapkan asa
Tak kuasa tubuh tunduk pada bantal-bantal keterasingan
Dari yang nyata menjadi maya

Aku menulis catatan sebagai gambaran keinginan
Yang terus beranjak dari otak ke hati
Badan terasa kurus kerontang menahan keras suara kelopak mata
Sakit kepala menyertai langkah napas
Mengajakku berteduh meski sejenak terlelap
Mungkin dengan begitu esok kembali bergairah
Menggerakkan segenap asa langit impian
Sebab terlanjur besar keinginan
Aku tetaplah aku
Sampaikan kapan pun berlari
Menuju keagungan impian
Membangun asa
Sebuah Menara Kehidupan

Surabaya, 14 Juli 2013


Nestapa Seorang Pengelana

Sejak berangkat berjalan
Tatih harta meninggalkan sunyi
Sebab kami tak punya kelebihan materi
Makan pun sesekali mengutang
Meski tantangan terasa berat
Tapi apalah daya ketiadaan memaksa derita

Kami belajar berharap pada negara
Barangkali mampu menegakkan keadilan
Mengurangi beban hidup lewat pendidikan
Segenap usaha dan kekuatan terus kami bangun
Agar terpilih sebagai juara kemenangan
Nasib baik pun memihak
Mematahkan langit yang tinggi
Hingga layar diri bermuara di Surabaya

Tetapi sayang kini kami banyak dipermainkan
Basa-basi mulut serigala memaksa duka lara
Sejak berbulan lalu dusta terlalu banyak
Hingga kami merasa muak
Sementara mereka selalu berkata tentang sabar
Seperti bahasa langit tanpa salah

Mereka tak pernah mengerti yang terluka
Nasib derita pengelana kampung kelahiran
Bertaruh nasib di Surabaya
Menenun asa ketinggian derajat
Sembari berharap ada baik di depan mata

Lalu sampai kapan kami harus menunggu?
Jika kata dusta dan jarak menggorok jurang

Surabaya, 25 Juli 2013


Keringat Siang

Pagi belum bisa kutaklukkan
Sebab terbitnya terlanjur dini bagi mata
Nostalgia malam yang terjaga dalam harap
Meski letih bergemuruh
Kubayar tugas keseharian siang hari
Peta jalan ikatan baju-baju dan kaus
Menanam kembali harum esok lalu
Gerak tubuh yang membau

Keringat mengucur dalam panas
Siang benar-benar beringas
Menyantap kulit perih
Kugulung setiap tatapan tangan
Kulahap setiap ingatan kata
Lalu mematri diri dalam ikhlas
Untuk terus menikmati jalan waktu
Semberi tersenyum dengan semangat kemenangan

Surabaya, 19 Juli 2013



Narasi Ramadan

Ramadan lalu sepertinya baru kemarin
Tetapi kini Ramadan datang kembali
Satu tahun terbentang catatan sejarah
Narasi pertemuan Ramadan ke Ramadan

Aku seperti tertunduk malu
Menatap lekat-lekat wajah langit
Kesaksian impian yang selalu kujamah setiap hari
Tetapi kini setahun berlalu
Banyak dusta dibangun di atas api
Membakar segenap imaji dalam diri

Meski begitu waktu tetaplah waktu
Jalan sejarah yang menandai kehidupan
Masih banyak jalan sejarah yang mesti dipetakan
Jalan panjang kehidupan dari narasi kampung kelahiran
Aku masih terus akan berdiri tegak
Menatap langit dengan sejuta bintang, awan, dan matahari
Di sana masih sangat jelas atap-atap masa depan

Meski begitu tempat tetaplah tempat
Kesaksian jalan hidup yang dijumpai
Masih banyak tempat sejarah yang mesti singgahi
Seluas mata memadang dalam lautan lepas
Ada banyak cerita yang mesti terus dibangun
Sebab mata memandang dunia begitu luas
Di sana masih sangat jelas ruang-ruang masa depan

Jelajah waktu dan tempat
Adalah kehidupan yang nyata
Lebih nyata dari seribu narasi yang diceritakan
Karena yang ada terus mencipta dari ruang dan waktu berbeda

Surabaya, 10 Juli 2013

-----------
Masduri, penggagas Laskar Ambisius (LA) IAIN Sunan Ampel Surabaya. Lahir di Jadung, Dungkek, Sumenep, Madura. Tulisannya tersebar di berbagai media lokal dan nasional. Puisinya Kalau Mereka terpilih sebagai juara I dalam lomba cipta puisi yang diadakan oleh Anjangsana Komunitas Srambi Sastra (AKSS) Ciputat (2012). Menulis antologi puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (2010), Dialog Tanean Lanjeng (2012), dan Presiden untuk Presidenku (2012).


Lampung Post, Minggu, 15 September 2013

Sunday, September 8, 2013

Sajak–Sajak Sunardi K.S.

Kita Temukan Keindahan

ketika angin menghempas tirai jendela
di sana kita saksikan tarian
mulai menerobos kamarmu
atas nama keindahan
di sana kita temukan kenyamanan yang mulai terasakan

ranting-ranting yang hampir kering tumbuh tunas
ketika angin menghempas
mempertegas indahnya tarian
di sana masih kita temukan sebenarnya keindahan

ketika angin masih bisa kita rasakan
apalagi yang perlu kita ragukan
tak perlu ada kecemasan
sebab angin yang mengajari keculasan masih menyapa


                                           
Yang Sering Kita Anggap Sepele

yang sering kita anggap sepele
tumbuh pohon kemungkinan
berdaun lebat merepotkan
berton-ton beban tersangga sempoyongan

di mana buah
akar cemas pada angin ganas
tumbuh benih kelalaian
di rimbun hutan
betapa akar keruwetan

yang sering kali kita anggap sepele
mari kita ambil umpama tempe
ternyata betapa sulit sebenarnya
mempererat kedelai demi kedelai

yang seringkali kita anggap sepele
dari piaraan cinta dewasa
kita seringkali salah duga
menjadi duka merata


                   
Kita Seringkali Sembunyi

ketika siang ke mana sesungguhnya bintang-bintang
pikiranku tak bisa menjangkau terbang
mengapa malu pada terang
cahaya matahari seringkali ditakuti
kita pun seringkali sembunyi
tanpa disadari

apakah langit semata milik awan
gampang berganti rupa beriringan
tetapi mendung sesungguhnya lebih menguasai
kita seringkali kerepotan
meski pun hujan belum tiba
ke mana kita
bisa tertunda

ketika siang ke mana pula sesungguhnya bulan
yang seringkali menjadi dambaan
terhadap matahari
kita seringkali sembunyi
tanpa disadari

         

       
Petasan

yang gampang meledak seringkali disukai
petasan itu contohnya
meski pun yang semula indah
tak akan bisa kembali disatukan

dan orang-orang menyulut petasan
segera meninggalkan
menyelinap di antara kerumunan

gelegar petasan
apakah kesenangan atau kebanggaan
karena orang-orang terkejut
dengan wajah-wajah kecut

yang gampang meledak seringkali digemari
suara-suara itu melambung ke udara
menyulut angkara

              
----------
Sunardi K.S., lahir di Jepara, menulis berbahasa Indonesia dan Jawa di berbagai media cetak. Antologi puisi berbahasa Jawa tunggalnya berjudul Wegah Dadi Semar 2012.


Lampung Post, Minggu, 8 September 2013

Sunday, September 1, 2013

Sajak-sajak Tarpin A. Nasri

Dengan Niat yang Tebu

Dengan niat yang tebu dan tekad yang mawar
Aku ingin mencintai dan menyayangimu
Seperti cinta dan sayangnya Adam kepada Hawa
Yang rela, tak takut dan tak ragu meski harus lengser dari sorga
Dan kemudian menjadi penduduk bumi yang melahirkan kita...

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013


Untuk Menandai Hari Ibu

Untuk Menandai Hari Ibu melihat apa yang telah engkau
Lakukan untuk hidup, serta untuk pekerjaan dan masa depanku
Maka tekadku adalah membuatmu terukir mawar di mataku
Terpahat melati di pikiranku, bersemayam tebu di hatiku
Berdetak mantap di jantungku, menyatu kental di nyawaku
Dan mengalun pasti di napasku, Bunda...

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013



Telah Kutulis Puisi Untukmu

Telah kutulis puisi untukmu dari lubuk samudera hatiku yang terdalam
Semoga dirimu tak mabuk setelah menikmati kelezatan dan kegurihannya
Karena itu sungguh bukan puisi anggur merah yang membuat pikiranmu oleng
Harapanku semoga engkau mampu membongkar kunci pintu dan jendela hatiku
Karena aku ingin menyemaikan cintaku yang melati atas seizinmu, Dinda...

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013   


Berulang Kali Engkau Hadir

Berulang Kali engkau hadir dalam mimpiku
Sehingga tidurku menjadi sangat tebu
dan begitu bangun senyumku pun diserbu lebah
Pertanyaan anggurnya adalah: apakah ini petunjuk melati
bimbingan mawar atau arahan langit dari-Nya agar aku mencintaimu
dengan kapur, serta mengasihimu seperti kesetiaan ombak kepada pantai

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013


Sajak Sejak Kukenal Dirimu

Sejak kukenal dirimu, namamu langsung kupahat di benakku
Lalu ku ukir niat mawar di hatiku yang paling melati

Maka engkau pun kemudian mengaorta di sungai darahku
Serta berlayar di lautan napas dan samudera nyawaku
Dan itu indah mantap terjadi setelah engkau menggedor jantungku
dengan senyummu yang sangat tebu

Sekarang hanya dirimu yang bertakhta di mata beningku
Bagaimana dengan diriku dalam tarian hidupmu, Dinda?

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013


Telah Kusediakan Tempat Khusus Untukmu

Telah Kusediakan tempat khusus dan istimewa di ruang hatiku
Dengan disertai kebersihan mawar dan keharuman melati
Silakan jika engkau ingin menabur cinta, kasih, sayang, dan rindu di sana

Telah kuizinkan pula napas dan jantungku
Jika engkau ingin mengalun, berpacu, dan berdetak di sana

Dan telah kubiarkan dengan tulus jika napas dan nyawaku disusupi
Oleh hidup dan masa depanmu jika engkau percaya aku bisa jadi imammu...

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013


Telah Kupahat dan Kuukir Namamu

Telah Kupahat dan kuukir namamu di hati dan di benakku
Telah kualirkan cintamu di darahku, telah kupompa sayangmu
Di detak jantungku, telah kulayarkan kasihmu di napasku
Telah kusemai rindumu di nyawaku, dan telah kujadikan kesetiaanmu
Sebagai segalanya. Kuharap engkau tahu semua itu, Dinda...

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013


Sajak Tempatmu di Hatiku

Adalah tempatmu di hatiku, di jantungku, di pikiranku
Di mataku, di darahku, di napasku, di nyawaku
Dan kupastikan semua itu tak bisa digantikan oleh siapa pun!
Jika kemudian kita berpisah karena maut
Aku sudah berdoa amat mawar kepada Tuhan: aku tidak
Minta bidadari dari sorga, karena aku ingin
Tetap dipersatukan kembali denganmu, Dinda...

Bratasena Adiwarna, 2012—Brajaselebah, 2013


------------
Tarpin A. Nasri, lahir di Subang, Jawa Barat, 10 Desember 1967. Saat ini bekerja sebagai head of corporate communications tambak udang modern terpadu ramah lingkungan PT Central Pertiwi Bahari, Lampung. Puisi dan cerpennya dipublikasikan di berbagai media.


Lampung Post, Minggu, 1 September 2013