Sunday, August 25, 2013

Sajak-sajak Dodi Saputra

Nyanyian Paruh

Tepat di rindang kanopi
Bersahutan rimbun pagi
Paruh acap kali melengking tinggi
Merayap pada embun sekejap
Hingga resonansi tulang sanggurdi
Sungguh hati terlanjur mati.

Ulak Karang, 2013


Bukan Aku


Bukan aku ingin dipuji
Bukan pula tinggi hati
Namun angin terus berlari
Memasuki rumah-rumah
Tanpa pintu dan jendela kayu

Ulak Karang, 2013



Malam Terakhir

Rintik dan gemercik menggelitik
Memudar setiba deru sang guru
Jabatan, pelukan hangat itu
Menyeru kaki-kaki bisu
Jalan berpeluh terlalu jauh
Sungguh,
Hingga persuaan terbarukan
Pada pucuk ranum berdaun jarum
Menepis sinaran penguasa siang
Tersenyum garang.

Ulak Karang, 2013


Meniti Bilah Bambu

Pada ujung senja tanah ini
Kerumunan paruh merapat jauh
Lekuk-lekuk lemah sepanjang galah
Menenggelamkan jejak-jejak safah
Lihatlah!
Mereka tengah meniti bilah bambu
Halus bersama semilir angin sendu.

Gunung Pangilun, 2013


Sungai Lepas

Seberangilah sungai-sungai itu
Merintis jalan pintas meretas
Batas-batas penantian
Gelap-gelap mata melepas
Kapal-kapal karam tercengkeram.

Gunung Pangilun, 2013




Aku


Aku Ingin melangkah dari rumah-rumah tak sudah
Sungguh kuresah
Termakan suguhan basah
Padahal dari penghamba Tuhan
Bukan pula penguasa hutan,
Negeri penganut awan dan bangsa hujan

Jati, 2013


Infus

Tetes demi tetes penghidupan
Membasuh selang berdenyut pelan
Menusuk kulit-kulit malu
Wajar,
Wajah itu semakin pudar

Kerumunan mata dan mulut-mulut menganga
Sempatkan hidung menikmati
Setabung tersisa dan jari-jari hijau pucat
Sesekali cekikan jakun
Menatap langit-langit pekat berkelebat

Jati, 2013


------------
Dodi Saputra, lahir di Mahakarya, Pasaman Barat, Sumatera Barat,25 September 1990.


Lampung Post, Minggu, 25 Agustus 2013

Sunday, August 18, 2013

Sajak-Sajak Riza Multazam Luthfy

Gergaji

mata lengkung perut gunung
sayat kemaluan hingga apung

punggung pipih lidah nyermimih
lahap keberanian berderap lirih

dari rangka ini
kalian mafhum sudi
mana harga diri
mana waktu akut
menjaring selusin maut

Yogyakarta, 2013


Piring

tidak selamanya gebok nikmat
menyumpal lambung paling rentan
takkan selalu garam, cabai, tomat
menggiring riuh gaduh meja makan

sesekali perlu kami iris-iris usus kalian
ujung jantung kami luluhlantakkan

santet negeri seberang
sihir bebuyut para danyang
siap melesat penuh garang

Yogyakarta, 2013


Garpu

ke arah liat betis kami
lapar mereka tekun mengintai

pada ulet jari-jari kami
menggantung ribu payung mimpi

padahal di sekeranjang malam
di segantang remang
akan kami saji-hidangkan
duri lembut pagut kelezatan
ke relung paling tenggorokan

jika nyawa tertelan regang
oh, maafkan, maafkan
kami hanyalah mambang
terusir dari lembah keinsafan

Yogyakarta, 2013


Gelas

silakan rendam dengan air
kaki hingga leherku
yang hidmat kikir

moga racun kerontang menyusut
terurai lambung cacing perut
supaya subur senantiasa tumbuh
berkecambah di liang tubuh

tapi, butuhlah waspada
pada gerhana berbiji celaka
cuil kaca bersigap melumat
tiap mulut yang menganga

Yogyakarta, 2013


---------
Riza Multazam Luthfy, sastrawan, cerpennya tergabung dalam antologi Negeri Sejuta Fantasi (2012). Ia adalah ahlul ma’had Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang. Sedang melanjutkan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.


Lampung Post, Minggu, 18 Agustus 2013

Sunday, August 4, 2013

Sajak-sajak Isbedy Stiawan Z.S.

Menunggu
akan patah tiang-tiang listrik ini
tapi kujaga tubuhmu agar tetap benderang
karena lampu itu ada pada matamu, sayang

kalau jalan-jalan tak memberimu pulang, sayang
akan kubuat garis hanya ke haribaanku
talang ini telah menunggu mata air
yang kutimba dari kata-katamu:

--menyejukkan--

jika kau masih bertahan di situ, sayang
akan kukirim mantra agar kau tahu
ke mana kau lelap:

ke diriku di tepi ranjang
kau akan langkahi bayang-bayang

20 Juli 2013


Berumah di Tubuhmu

kaukira aku tak tahu
segala kerjamu di belakangku
sementara aku di dalam kakimu
menjadi benderang bagi matamu
di pucuk telunjuk saat kau menunjuk
di kedua bibirmu untuk menyejukkan
saat kau mencium

: aku telah lama berumah
di lahan tubuhmu!

17 Juli 2013


Grafitti

di setiap wajah yang kautemui, kau buat abadi
dengan sebaris kata-kata; seperti selalu
kubaca nama-nama dan lambang hati
di pucuk bukit rahma

apakah kata-katamu kemudian jadi saksi
bikin patung-patung lelaki
menunggu para perempuan di taman
dan menembaki hingga mati?

kata-katamu kini selalu kubaca
di setiap dinding lelaki—segaris kalimatmu
juga kueja di setiap tubuh perempuan—
seperti grafitti di dinding alam

tak terbaca pada masa silam...

di kamar-kamar yang terkunci
namamu dan lambang hati
penuh dan berdarah

: lukamukah?

16.07.2013



Segala Kenangan

segala kenangan akan pupus
seperti ciuman yang putus
tapi inginku padamu bagai
gelombang tak pernah
henti walau tiba di pantai

dan selalu pulang ke laut sambil melambai

inginku padamu tak pernah padam
seperti malam merindukan terang
Kekasih, aku ingin menciumMu
tanpa putus-putus!

*Masjid Nurul Ulum IC Rajabasa Raya, Bandar Lampung 15/7/2013


Pagi Ini, Tentang Ceritamu

"akulah pangeran," kata lelaki itu

tetapi ia lupa di kepalanya tak ada
lagi mahkota, juga kursi singgasana
telah lama patah;

seorang perempuan mengabarkan,
cerita tentang kisah pangeran
yang mati di tangan pembantunya
dalam sebuah kudeta

begitu fasih perempuan itu mengisahkan;
teringat banyak sekali para lelaki
tersungkur oleh bibir perempuan

sebuah cerita ditulis lalu didendangkan
sebuah kisah diceritakan untuk didengarkan

tapi, adakah pembunuhan
oleh bibir perempuan?

pagi ini, tentang ceritamu
masuk ke hatiku
--begitu cinta aku padamu--

13 Juli 2013

______________
Isbedy Stiawan Z.S., lahir dan besar di Tanjungkarang (kini Bandar Lampung). Karya-karya puisi, cerpen, esai dimuat di pelbagai media lokal dan nasional. Buku puisinya, antara lain Aku Tandai Tahilalatmu, Lelaki Membawa Matahari, Lukisan Ombak, Kota Cahaya—100 Puisi Pilihan, Anjing Dini Hari, Taman di Bibirmu, Dongeng Adelia, sedangkan kumpulan cerpen seperti Perempuan Sunyi, Dawai tak lagi Berdenting, Bulan Rebah di Meja Diggers, Hanya untuk Satu Nama, Seandainya Kau Jadi Ikan. Selain berkhidmat di Dewan Kesenian Lampung, sehari-hari di Lampung TV.


Lampung Post
, Minggu, 4 Agustus 2013