Menunggu
akan patah tiang-tiang listrik ini
tapi kujaga tubuhmu agar tetap benderang
karena lampu itu ada pada matamu, sayang
kalau jalan-jalan tak memberimu pulang, sayang
akan kubuat garis hanya ke haribaanku
talang ini telah menunggu mata air
yang kutimba dari kata-katamu:
--menyejukkan--
jika kau masih bertahan di situ, sayang
akan kukirim mantra agar kau tahu
ke mana kau lelap:
ke diriku di tepi ranjang
kau akan langkahi bayang-bayang
20 Juli 2013
Berumah di Tubuhmu
kaukira aku tak tahu
segala kerjamu di belakangku
sementara aku di dalam kakimu
menjadi benderang bagi matamu
di pucuk telunjuk saat kau menunjuk
di kedua bibirmu untuk menyejukkan
saat kau mencium
: aku telah lama berumah
di lahan tubuhmu!
17 Juli 2013
Grafitti
di setiap wajah yang kautemui, kau buat abadi
dengan sebaris kata-kata; seperti selalu
kubaca nama-nama dan lambang hati
di pucuk bukit rahma
apakah kata-katamu kemudian jadi saksi
bikin patung-patung lelaki
menunggu para perempuan di taman
dan menembaki hingga mati?
kata-katamu kini selalu kubaca
di setiap dinding lelaki—segaris kalimatmu
juga kueja di setiap tubuh perempuan—
seperti grafitti di dinding alam
tak terbaca pada masa silam...
di kamar-kamar yang terkunci
namamu dan lambang hati
penuh dan berdarah
: lukamukah?
16.07.2013
Segala Kenangan
segala kenangan akan pupus
seperti ciuman yang putus
tapi inginku padamu bagai
gelombang tak pernah
henti walau tiba di pantai
dan selalu pulang ke laut sambil melambai
inginku padamu tak pernah padam
seperti malam merindukan terang
Kekasih, aku ingin menciumMu
tanpa putus-putus!
*Masjid Nurul Ulum IC Rajabasa Raya, Bandar Lampung 15/7/2013
Pagi Ini, Tentang Ceritamu
"akulah pangeran," kata lelaki itu
tetapi ia lupa di kepalanya tak ada
lagi mahkota, juga kursi singgasana
telah lama patah;
seorang perempuan mengabarkan,
cerita tentang kisah pangeran
yang mati di tangan pembantunya
dalam sebuah kudeta
begitu fasih perempuan itu mengisahkan;
teringat banyak sekali para lelaki
tersungkur oleh bibir perempuan
sebuah cerita ditulis lalu didendangkan
sebuah kisah diceritakan untuk didengarkan
tapi, adakah pembunuhan
oleh bibir perempuan?
pagi ini, tentang ceritamu
masuk ke hatiku
--begitu cinta aku padamu--
13 Juli 2013
______________
Isbedy Stiawan Z.S., lahir dan besar di Tanjungkarang (kini Bandar Lampung). Karya-karya puisi, cerpen, esai dimuat di pelbagai media lokal dan nasional. Buku puisinya, antara lain Aku Tandai Tahilalatmu, Lelaki Membawa Matahari, Lukisan Ombak, Kota Cahaya—100 Puisi Pilihan, Anjing Dini Hari, Taman di Bibirmu, Dongeng Adelia, sedangkan kumpulan cerpen seperti Perempuan Sunyi, Dawai tak lagi Berdenting, Bulan Rebah di Meja Diggers, Hanya untuk Satu Nama, Seandainya Kau Jadi Ikan. Selain berkhidmat di Dewan Kesenian Lampung, sehari-hari di Lampung TV.
Lampung Post, Minggu, 4 Agustus 2013
akan patah tiang-tiang listrik ini
tapi kujaga tubuhmu agar tetap benderang
karena lampu itu ada pada matamu, sayang
kalau jalan-jalan tak memberimu pulang, sayang
akan kubuat garis hanya ke haribaanku
talang ini telah menunggu mata air
yang kutimba dari kata-katamu:
--menyejukkan--
jika kau masih bertahan di situ, sayang
akan kukirim mantra agar kau tahu
ke mana kau lelap:
ke diriku di tepi ranjang
kau akan langkahi bayang-bayang
20 Juli 2013
Berumah di Tubuhmu
kaukira aku tak tahu
segala kerjamu di belakangku
sementara aku di dalam kakimu
menjadi benderang bagi matamu
di pucuk telunjuk saat kau menunjuk
di kedua bibirmu untuk menyejukkan
saat kau mencium
: aku telah lama berumah
di lahan tubuhmu!
17 Juli 2013
Grafitti
di setiap wajah yang kautemui, kau buat abadi
dengan sebaris kata-kata; seperti selalu
kubaca nama-nama dan lambang hati
di pucuk bukit rahma
apakah kata-katamu kemudian jadi saksi
bikin patung-patung lelaki
menunggu para perempuan di taman
dan menembaki hingga mati?
kata-katamu kini selalu kubaca
di setiap dinding lelaki—segaris kalimatmu
juga kueja di setiap tubuh perempuan—
seperti grafitti di dinding alam
tak terbaca pada masa silam...
di kamar-kamar yang terkunci
namamu dan lambang hati
penuh dan berdarah
: lukamukah?
16.07.2013
Segala Kenangan
segala kenangan akan pupus
seperti ciuman yang putus
tapi inginku padamu bagai
gelombang tak pernah
henti walau tiba di pantai
dan selalu pulang ke laut sambil melambai
inginku padamu tak pernah padam
seperti malam merindukan terang
Kekasih, aku ingin menciumMu
tanpa putus-putus!
*Masjid Nurul Ulum IC Rajabasa Raya, Bandar Lampung 15/7/2013
Pagi Ini, Tentang Ceritamu
"akulah pangeran," kata lelaki itu
tetapi ia lupa di kepalanya tak ada
lagi mahkota, juga kursi singgasana
telah lama patah;
seorang perempuan mengabarkan,
cerita tentang kisah pangeran
yang mati di tangan pembantunya
dalam sebuah kudeta
begitu fasih perempuan itu mengisahkan;
teringat banyak sekali para lelaki
tersungkur oleh bibir perempuan
sebuah cerita ditulis lalu didendangkan
sebuah kisah diceritakan untuk didengarkan
tapi, adakah pembunuhan
oleh bibir perempuan?
pagi ini, tentang ceritamu
masuk ke hatiku
--begitu cinta aku padamu--
13 Juli 2013
______________
Isbedy Stiawan Z.S., lahir dan besar di Tanjungkarang (kini Bandar Lampung). Karya-karya puisi, cerpen, esai dimuat di pelbagai media lokal dan nasional. Buku puisinya, antara lain Aku Tandai Tahilalatmu, Lelaki Membawa Matahari, Lukisan Ombak, Kota Cahaya—100 Puisi Pilihan, Anjing Dini Hari, Taman di Bibirmu, Dongeng Adelia, sedangkan kumpulan cerpen seperti Perempuan Sunyi, Dawai tak lagi Berdenting, Bulan Rebah di Meja Diggers, Hanya untuk Satu Nama, Seandainya Kau Jadi Ikan. Selain berkhidmat di Dewan Kesenian Lampung, sehari-hari di Lampung TV.
Lampung Post, Minggu, 4 Agustus 2013
No comments:
Post a Comment