Granula Rindu Suatu Malam
bulan separuh menggantung di langit kota
lelaki negro memandangnya begitu lama
ia merasakan dirinya lebur dalam gelap
persembunyian begitu terjaga
buah-buah malam berputar dan jatuh
berulang-ulang ia melafalkan sebuah doa:
semoga aku kembali
sebuah lagu pembebasan melintas di telinganya
cuaca di dalam dirinya berubah hangat
ia memejamkan mata
ada sentuhan yang masih dirasakannya
tangan lembut seorang teman dalam penjara
sepuluh meter dari tempatnya berdiri
beberapa pekerja pabrik melangkah gontai
tak ada tegur sapa di malam selarut itu
tak ada teman berbagi minuman
sepanjang hari yang berat
di ujung sebuah gang mereka menyebar
membentuk titik-titik hitam di kejauhan
melintasi sebuah bahasa sederhana:
berilah kami rindu dan jalan untuk pulang
sebuah lagu selamat ulang tahun mengalun
dari sebuah kompleks perumahan
bulan separuh menggantung di balik awan
lelaki negro tertidur di seberang pasar swalayan.
Tanjungkarang, 21 Juli 2013
Potret Musim Panas
musim panas menjadi tua
pohon-pohon kurus, parau dan layu
para perempuan di rumah bordil
berdansa dan menyibak sepi
dari mata yang kering
pagi menghilang dalam rasa kantuk
matahari bersinar begitu lambat
burung-burung layang terbang
di atas atap-atap rumah bata
para lelaki penyendiri memasang wajah bahagia
berkicau-kicau tentang hujan di surga
embun berbulir di jaring laba-laba
lalu lesap tanpa tanda apa-apa
sementara di depan maut
potret cuaca akan tetap ada.
Juli, 2013
Catatan Seorang Aktor
bintang-bintang tidak dekat
langit kian melebarkan kekosongannya
seekor kucing tidur seperti patung
di kursi taman
kami akan latihan lagi
untuk sebuah pertunjukan drama
menghidupi gedung pertunjukan
yang kini seperti lelaki tua yang koma
dingin datang lapis demi lapis
baju hangat kami terasa semakin tipis
lembab seperti subuh hampir habis
kertas-kertas berserakan di lantai putih
nafas kami berpacu
seperti jalinan pertanyaan dan jawaban
kalimat-kalimat mengambang
dibacakan berulang-ulang
kami ingin membentuk sebuah dunia
hidup dan mati di dalamnya
agar perut-perut kosong kami
berjarak dengan kenyataan
agar suara-suara di kepala kami
selaras dengan keyakinan
teriakan-teriakan tak terdengar
di telinga yang pura-pura sibuk
membangun dialognya sendiri
kalimat-kalimat kosong
yang mereka namai meditasi
lampu-lampu menyala
udara di luar bertiup dingin
baju hangat terasa semakin tipis
percakapan-percakapan kami
mengendap di dingin bulan Juli.
21 Juli 2013
Insomnia
malam hanya sepotong kertas karbon
hitam ditembusi cahaya
lubang demi lubang seperti lentera
di balik tirai
di bawah mata bintang dan bulan
mataku tak bisa terpejam
terjaga dari segala arah
gambar-gambar berjalinan dalam sebuah peristiwa
berulang-ulang
seperti sebuah adegan film picisan
merekat dalam bingkai ingatan
kenangan saling berdesakan
di wajah dinding muram
masa depan bermunculan
sebagai gambar yang ragu
aku kebal pada semua jenis obat tidur
kebosanan kian menyala berlarut-larut
setiap gerakan seakan melarikan diri
dari ruang satu menuju ruang lain
sepanjang malam
terdengar gesekan biola dari tetangga
merayap dengan kicauan nada menyedihkan
semua orang terjaga dan lampu-lampu menyala
semua orang bekerja dalam pengulangan belaka
menaik-turunkan celana memilih-milih busana
orang-orang bermata rabun dan kosong
mengganti topeng seakan waktu selalu menipu
di kamar ini aku seakan ingin dicuci otak.
Juli, 2013
-----------
Fitri Yani, lahir 28 Februari 1986. Alumnus FKIP Universitas Lampung. Puisi-puisinya tersiar di berbagai media cetak dan antologi. Diundang pada Pertemuan Penyair Nusantara V dan VI, Ubud Writers and Readers Festival (2011), Temu Sastrawan Indonesia IV (2011), dan Festival Puisi dan Lagu Rakyat Antar Bangsa Pangkor, Malaysia (2012). Buku puisinya Dermaga Tak Bernama (2010).
Lampung Post, Minggu, 28 Juli 2013
bulan separuh menggantung di langit kota
lelaki negro memandangnya begitu lama
ia merasakan dirinya lebur dalam gelap
persembunyian begitu terjaga
buah-buah malam berputar dan jatuh
berulang-ulang ia melafalkan sebuah doa:
semoga aku kembali
sebuah lagu pembebasan melintas di telinganya
cuaca di dalam dirinya berubah hangat
ia memejamkan mata
ada sentuhan yang masih dirasakannya
tangan lembut seorang teman dalam penjara
sepuluh meter dari tempatnya berdiri
beberapa pekerja pabrik melangkah gontai
tak ada tegur sapa di malam selarut itu
tak ada teman berbagi minuman
sepanjang hari yang berat
di ujung sebuah gang mereka menyebar
membentuk titik-titik hitam di kejauhan
melintasi sebuah bahasa sederhana:
berilah kami rindu dan jalan untuk pulang
sebuah lagu selamat ulang tahun mengalun
dari sebuah kompleks perumahan
bulan separuh menggantung di balik awan
lelaki negro tertidur di seberang pasar swalayan.
Tanjungkarang, 21 Juli 2013
Potret Musim Panas
musim panas menjadi tua
pohon-pohon kurus, parau dan layu
para perempuan di rumah bordil
berdansa dan menyibak sepi
dari mata yang kering
pagi menghilang dalam rasa kantuk
matahari bersinar begitu lambat
burung-burung layang terbang
di atas atap-atap rumah bata
para lelaki penyendiri memasang wajah bahagia
berkicau-kicau tentang hujan di surga
embun berbulir di jaring laba-laba
lalu lesap tanpa tanda apa-apa
sementara di depan maut
potret cuaca akan tetap ada.
Juli, 2013
Catatan Seorang Aktor
bintang-bintang tidak dekat
langit kian melebarkan kekosongannya
seekor kucing tidur seperti patung
di kursi taman
kami akan latihan lagi
untuk sebuah pertunjukan drama
menghidupi gedung pertunjukan
yang kini seperti lelaki tua yang koma
dingin datang lapis demi lapis
baju hangat kami terasa semakin tipis
lembab seperti subuh hampir habis
kertas-kertas berserakan di lantai putih
nafas kami berpacu
seperti jalinan pertanyaan dan jawaban
kalimat-kalimat mengambang
dibacakan berulang-ulang
kami ingin membentuk sebuah dunia
hidup dan mati di dalamnya
agar perut-perut kosong kami
berjarak dengan kenyataan
agar suara-suara di kepala kami
selaras dengan keyakinan
teriakan-teriakan tak terdengar
di telinga yang pura-pura sibuk
membangun dialognya sendiri
kalimat-kalimat kosong
yang mereka namai meditasi
lampu-lampu menyala
udara di luar bertiup dingin
baju hangat terasa semakin tipis
percakapan-percakapan kami
mengendap di dingin bulan Juli.
21 Juli 2013
Insomnia
malam hanya sepotong kertas karbon
hitam ditembusi cahaya
lubang demi lubang seperti lentera
di balik tirai
di bawah mata bintang dan bulan
mataku tak bisa terpejam
terjaga dari segala arah
gambar-gambar berjalinan dalam sebuah peristiwa
berulang-ulang
seperti sebuah adegan film picisan
merekat dalam bingkai ingatan
kenangan saling berdesakan
di wajah dinding muram
masa depan bermunculan
sebagai gambar yang ragu
aku kebal pada semua jenis obat tidur
kebosanan kian menyala berlarut-larut
setiap gerakan seakan melarikan diri
dari ruang satu menuju ruang lain
sepanjang malam
terdengar gesekan biola dari tetangga
merayap dengan kicauan nada menyedihkan
semua orang terjaga dan lampu-lampu menyala
semua orang bekerja dalam pengulangan belaka
menaik-turunkan celana memilih-milih busana
orang-orang bermata rabun dan kosong
mengganti topeng seakan waktu selalu menipu
di kamar ini aku seakan ingin dicuci otak.
Juli, 2013
-----------
Fitri Yani, lahir 28 Februari 1986. Alumnus FKIP Universitas Lampung. Puisi-puisinya tersiar di berbagai media cetak dan antologi. Diundang pada Pertemuan Penyair Nusantara V dan VI, Ubud Writers and Readers Festival (2011), Temu Sastrawan Indonesia IV (2011), dan Festival Puisi dan Lagu Rakyat Antar Bangsa Pangkor, Malaysia (2012). Buku puisinya Dermaga Tak Bernama (2010).
Lampung Post, Minggu, 28 Juli 2013
No comments:
Post a Comment