Sunday, July 14, 2013

Sajak-sajak F. Moses

Beringharjo*

aku menunggumu di pasar Beringharjo
bersama nostalgia tak lekang
masih kuingat dan kukenang
dalam sehisap kretek tepat di pelipiran "bangjo"

penyair gelisah
sejumlah orang bercakap tentang kemahsyuran dan penyinyiran sebuah kota
musisi jalanan yang belum malas beraksi
juga beberapa pasang kekasih muda yang merencanakan gaun pengantin dan bertukar buku  dan kaset lama

aku menunggumu di Beringharjo
berkhayal dirimu menggenggam sejumput cerita tentang kabut kaliurang dan
pendaman magma kesetiaan merapi

aku menunggumu di Beringharjo
kelak kita jimpit dan menyimpannya rapi-tepat  di saku ingatan

aku menunggumu di Beringharjo
tepat di bawah awan putih berlangit biru
"Langit seperti permukaan agar-agar," kelak kubilang padamu

aku menunggumu di Beringharjo
sebentar kita memilih atau sekadar melihat pakaian serta beberapa pernik
untuk membuat makin malas berpulang

*)Pasar tua di Yogyakarta sejak tahun 1758

                                                      Yogya 210413


Di Sebuah Bordes

akhirnya kita pun menunggu sinyal kedatangan kereta Bogowonto
"rencana besok kita tiba di suatu kota, di mana ingatan bersiap mengoyak-merajam kenangan penuh seluruh," katamu

Harusnya kau di sampingku, bersaksi bagi  derit dan sinyal yang terus memusar-melaju derap  waktu
"Kelak kita tak akan pernah mampu melupakan perjalanan ini," tambahmu lagi, "dan kelak bila kerinduan memanggil, kita pun makin memahami tentang kesembuhan dari menanggung sebuah kenangan

dan kita pun tahu, segala tempuh kita bersama, selagi kau di sampingku; segala ngarai
pun tubir, bukanlah labirin perjalanan ini.Kecuali ingatan, ia adalah kita yang tak akan pernah sanggup untuk saling melupakan

                                                    Jakarta-Yogya, 190413



Jelma

segala puisi bagi kemuliaan
sebagaimana kau dan aku pernah tahu
: kita adalah puisi yang menjadi daging
segala frasa di benakmu
ialah kalimat menjelmaku
: “puisi gembira memang obat paling mujarab
tapi semangat patah mengeringkan tulang                                                      
                                    Bandung, 2013



Hujan di Teras Rumahmu

turun kata-katamu rintik-rintik
kamu bilang titik
aku bilang koma
orang tuamu tanda seru
hati kita tanda kutip
tanpa pernah titik dua
    di luar masih tanda tanya
semoga hujan mendinginkan iman puitika kita
amin
                                    Bandung 2013


------
F. Moses, kelahiran Jakarta, 8 Februari 1979. Menulis puisi dan cerpen. Kadang bikin penelitian sastra. Sedang menyelesaikan cerita anak “Karma Si Gunam”, adaptasi Kutai-Tenggarong untuk diterbitkan. Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung. Di antara dua kota: Lampung dan Jakarta.


Lampung Post, Minggu, 14 Juli 2013

No comments:

Post a Comment