Beringharjo*
aku menunggumu di pasar Beringharjo
bersama nostalgia tak lekang
masih kuingat dan kukenang
dalam sehisap kretek tepat di pelipiran "bangjo"
penyair gelisah
sejumlah orang bercakap tentang kemahsyuran dan penyinyiran sebuah kota
musisi jalanan yang belum malas beraksi
juga beberapa pasang kekasih muda yang merencanakan gaun pengantin dan bertukar buku dan kaset lama
aku menunggumu di Beringharjo
berkhayal dirimu menggenggam sejumput cerita tentang kabut kaliurang dan
pendaman magma kesetiaan merapi
aku menunggumu di Beringharjo
kelak kita jimpit dan menyimpannya rapi-tepat di saku ingatan
aku menunggumu di Beringharjo
tepat di bawah awan putih berlangit biru
"Langit seperti permukaan agar-agar," kelak kubilang padamu
aku menunggumu di Beringharjo
sebentar kita memilih atau sekadar melihat pakaian serta beberapa pernik
untuk membuat makin malas berpulang
*)Pasar tua di Yogyakarta sejak tahun 1758
Yogya 210413
Di Sebuah Bordes
akhirnya kita pun menunggu sinyal kedatangan kereta Bogowonto
"rencana besok kita tiba di suatu kota, di mana ingatan bersiap mengoyak-merajam kenangan penuh seluruh," katamu
Harusnya kau di sampingku, bersaksi bagi derit dan sinyal yang terus memusar-melaju derap waktu
"Kelak kita tak akan pernah mampu melupakan perjalanan ini," tambahmu lagi, "dan kelak bila kerinduan memanggil, kita pun makin memahami tentang kesembuhan dari menanggung sebuah kenangan
dan kita pun tahu, segala tempuh kita bersama, selagi kau di sampingku; segala ngarai
pun tubir, bukanlah labirin perjalanan ini.Kecuali ingatan, ia adalah kita yang tak akan pernah sanggup untuk saling melupakan
Jakarta-Yogya, 190413
Jelma
segala puisi bagi kemuliaan
sebagaimana kau dan aku pernah tahu
: kita adalah puisi yang menjadi daging
segala frasa di benakmu
ialah kalimat menjelmaku
: “puisi gembira memang obat paling mujarab
tapi semangat patah mengeringkan tulang
Bandung, 2013
Hujan di Teras Rumahmu
turun kata-katamu rintik-rintik
kamu bilang titik
aku bilang koma
orang tuamu tanda seru
hati kita tanda kutip
tanpa pernah titik dua
di luar masih tanda tanya
semoga hujan mendinginkan iman puitika kita
amin
Bandung 2013
------
F. Moses, kelahiran Jakarta, 8 Februari 1979. Menulis puisi dan cerpen. Kadang bikin penelitian sastra. Sedang menyelesaikan cerita anak “Karma Si Gunam”, adaptasi Kutai-Tenggarong untuk diterbitkan. Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung. Di antara dua kota: Lampung dan Jakarta.
Lampung Post, Minggu, 14 Juli 2013
aku menunggumu di pasar Beringharjo
bersama nostalgia tak lekang
masih kuingat dan kukenang
dalam sehisap kretek tepat di pelipiran "bangjo"
penyair gelisah
sejumlah orang bercakap tentang kemahsyuran dan penyinyiran sebuah kota
musisi jalanan yang belum malas beraksi
juga beberapa pasang kekasih muda yang merencanakan gaun pengantin dan bertukar buku dan kaset lama
aku menunggumu di Beringharjo
berkhayal dirimu menggenggam sejumput cerita tentang kabut kaliurang dan
pendaman magma kesetiaan merapi
aku menunggumu di Beringharjo
kelak kita jimpit dan menyimpannya rapi-tepat di saku ingatan
aku menunggumu di Beringharjo
tepat di bawah awan putih berlangit biru
"Langit seperti permukaan agar-agar," kelak kubilang padamu
aku menunggumu di Beringharjo
sebentar kita memilih atau sekadar melihat pakaian serta beberapa pernik
untuk membuat makin malas berpulang
*)Pasar tua di Yogyakarta sejak tahun 1758
Yogya 210413
Di Sebuah Bordes
akhirnya kita pun menunggu sinyal kedatangan kereta Bogowonto
"rencana besok kita tiba di suatu kota, di mana ingatan bersiap mengoyak-merajam kenangan penuh seluruh," katamu
Harusnya kau di sampingku, bersaksi bagi derit dan sinyal yang terus memusar-melaju derap waktu
"Kelak kita tak akan pernah mampu melupakan perjalanan ini," tambahmu lagi, "dan kelak bila kerinduan memanggil, kita pun makin memahami tentang kesembuhan dari menanggung sebuah kenangan
dan kita pun tahu, segala tempuh kita bersama, selagi kau di sampingku; segala ngarai
pun tubir, bukanlah labirin perjalanan ini.Kecuali ingatan, ia adalah kita yang tak akan pernah sanggup untuk saling melupakan
Jakarta-Yogya, 190413
Jelma
segala puisi bagi kemuliaan
sebagaimana kau dan aku pernah tahu
: kita adalah puisi yang menjadi daging
segala frasa di benakmu
ialah kalimat menjelmaku
: “puisi gembira memang obat paling mujarab
tapi semangat patah mengeringkan tulang
Bandung, 2013
Hujan di Teras Rumahmu
turun kata-katamu rintik-rintik
kamu bilang titik
aku bilang koma
orang tuamu tanda seru
hati kita tanda kutip
tanpa pernah titik dua
di luar masih tanda tanya
semoga hujan mendinginkan iman puitika kita
amin
Bandung 2013
------
F. Moses, kelahiran Jakarta, 8 Februari 1979. Menulis puisi dan cerpen. Kadang bikin penelitian sastra. Sedang menyelesaikan cerita anak “Karma Si Gunam”, adaptasi Kutai-Tenggarong untuk diterbitkan. Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung. Di antara dua kota: Lampung dan Jakarta.
Lampung Post, Minggu, 14 Juli 2013
No comments:
Post a Comment