Sunday, July 13, 2014

Sajak-sajak Soeyanto Soe

Doa yang Kupanjatkan Diam-Diam

Dan biarlah mimpi
berbulir sepi,
Tatkala butiran rindu
menetes dari retak dinding masa lalu
Ia selalu menerpa wajah dan jiwaku

Sedamai percik hujan
merenggut rona silam
Lalu melesat memanah masa depan
dengan membungkus rindu-dendam

Maka, meski rindu
dan sepi kadang bersatu
Mereka tak harus berkelindan waktu
Agar kelak kau tahu Bahwa pada hari ini
Aku bersimpuh memanjatkan doa terbaik yang aku punya!

Lampung, 2014


Perjalanan 1

Ketika aku menengadah pulang
Kulihat wajahmu berganti warna
berpendar tak berjiwa

Ribuan tanda tanya hinggap di rambutmu
Kau sibak dengan lengan gemetar
pucat dan dingin
Seketika ingin kuraih bahumu
Merangkul tubuhmu agar kita beriring bersisian

Namun hentakan kakimu begitu kokoh
Menghujam tanah memaku bumi
Menyatukan aliran amarah
Menuju kawah hatimu yang memerah

Bara itu menemukan pijakannya!
Aku harus mundur beberapa tepi
Agar tak lebur dalam magma yang penuh api
Dan aku harus memanggil hujan
Lewat cintaku yang memintal ribuan awan

Lampung, 2014



Perjalanan 2

Janganlah engkau menjadi jahat
Ketika seluruh perapian mengelilingi tubuhmu
Kibaskanlah mereka
dengan kerudung hatimu yang paling wangi dan bersih

Ingatlah bahwa kesucian itu selalu kutanamkan padamu
Selalu ada dalam detak jantungmu
Meski engkau kerap lupa
karena serbuk kopi pahit yang lebih sering kau baca

Sementara parfum dan cinta
biasanya kau letakkan di bibir meja
Sehingga tiap kali kau gundah
Yang terlempar adalah cangkir, sendok, dan gerabah

Janganlah engkau menjadi jahat
Cinta itu sesungguhnya tak melaknat
Ketika seluruh perapian mengelilingi tubuhmu
Bersandarlah
Dekap kerudungmu setelah kau kibaskan
dan tuliskan rasamu lewat tinta yang tersenyum...


Perjalanan 3

Di pagi dingin penuh kabut
Kehangatan di puncak bukit hijau ini
hanyalah berasal dari sisa bara
api unggun yang tak lagi mengerucut

Pagi
Hampa
Sepi

Lamat-lamat kuteringat ocehan garangmu kemarin:
"Jangan samakan aku dengan mantanmu!
Aku bukan dia; dia bukan aku!"
Tanganmu menepis pelukanku
Mengusirku pergi dan tak ingin kukembali

Cinta kita ingin kau injak-injak lebur
Hanya karena aku salah ucap kata-kata
Bukan salah hati salah jiwa

Tidakkah kau tahu kata-kata kadang berlapis-lapis makna?
Tidakkah kau tahu jiwaku bersujud tiap kali kuucap namamu?
Tidakkah kau tahu hatiku bersimpuh utuh untukmu

Kutak tahu sekokoh apa cintamu
Sedangkan cintaku padamu sangatlah jelas:
Dia seperti rumpun bambu
Yang selalu tumbuh dan merimbun
Yang takkan hilang hanya dengan sekali tebas
Dengan pedang yang maha tajam sekalipun!

Duhai kekasih,
Kutinggalkan dulu engkau yang sedang geram meradang
Agar kelak saat kita jumpa nanti
Rindumu tak lagi terlilit amarah semerah api

Aku pun perlu waktu untuk menyendiri
Di padang bukit yang begitu dingin saat pagi

Gunung Padang, 2014


-----------
Soeyanto Soe, lahir di Tanjungkarang, Lampung, tahun 1970. Ia mengikuti pendidikan S-1, S-2, dan S-3 semuanya dalam bidang ilmu komunikasi, mulai dari Komunikasi Pemasaran (di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta), Manajemen Komunikasi (di Universitas Indonesia, Jakarta), hingga Komunikasi Politik (di The University of Melbourne, Australia). Saat ini, ia koordinator Tim Citra Indonesia, sebuah konsultan komunikasi pemasaran.


Lampung Post, Minggu, 13 Juli 2014

No comments:

Post a Comment