Sunday, April 20, 2014

Sajak-Sajak Dodi Saputra

petuah setoreh luka kaki kiri

sebuah buku tebal penuh luka kata
menutup kepala si anak dapat, rapat
tiada lagi tingkah yang meringis, liris
suara aduh seraya tangis, ritmis

selingkaran luka jaringan bawah kulit
juga luaran kulit berambut lurus
dirubung mata-mata nanah, merah
kuman lalat-lalat dari lembah
sisa mulut serangga pengerat luka
kakinya membekas cengkeram bergaris
giginya mengerat daging luka, seka

lagi, gerayang tangannya melumuri
darah ia santap begitu lahap
sementara luka tiada daya berkata
hanya buku tebal tempat ia melirik
memberi semacam isyarat agaknya
sudilah mengibaskan kata-kata
meski hanya selembar kibasan

pada masanya sebuah kaki itu menyaksikan
prajuritnya gugur melawan infeksi kaki
yang menjadi leukosit jasa diri
hanya petuah luka kaki kiri mewarta
pada mata kaki, sebab matanya sebelah
kanan dan kiri, susah menahan diri.

Aie Pacah, 2014



minyak goreng dan kunyit buat luka

luka dua pekan lalu itu, membisu
minta dicuci obat cair, merah
juga ungu peretas kuman-kuman

meskipun dari gilingan mesin-mesin
pabrik, temulah di rumah-rumah obat
dekat pasar becek berat
saudara seperut membawa sebotol kecil
antiseptik di tangannya
ia suguhkan di setentang mata yang terang
kepalanya menunduk, ia sodorkan di sorotan
napasnya yang tenang, kepalanya, angkat pinggang

kini, si luka sedikit melepas bangsa luka
penganut luka dari hari-hari yang nyeri
penghuni luka dari siang-siang yang meradang,
penunggu luka dari malam-malam yang silam

tibalah seperut dari desa
ia tumbukkan kunyit sampai melembut
kuning tuanya ia kucurkan minyak goreng pelumas gilingan
masuklah keduanya pada botol milik orang-orang kampung
masuklah sepasang buah dan akar pada luka
ia bakar luka itu sejadi-jadinya
ia legamkan wajah luka, sehitam-hitamnya
sementara si tuan hanya melepas jerit, ronta-ronta
aaakkkhhh.....

Aie Pacah, 2014


si anak dapat dan luka kaki kering

tiada sangka dialah si anak dapat
datang padaku yang berluka kaki kering
juga luka lesat dua pekan silam
membasuh luka, air hangat kuku
mengalir sudah ia membawa darah
darah putih yang mati
bau busuk
yang tersisa di selingkaran mata luka kering
sebuah kaki kiri yang diurut si anak dapat

agaknya ia mafhum ke mana mata kaki
kiri melepas tatapnya
ia juga mengangguk melihat jejak
si luka kaki hingga kini
melangkah sesuka mata angin
berjalan sederet duri milik putri malu
berlari selompat jaring-jaring ikan sungai
juga memijak jebakan pukat dan perangkap tikus-tikus

aku turut mengamini rapalan doa
pada bibirnya yang basah
ia selaksa membaca petuah ini kota
sebuah kota pembaca luka yang sama
ialah si anak dapat buat obat
luka kaki, berjalan menghampiri luka lain pula
luka penjuru ini kota.

Aie Pacah, 2014


seikat kangkung buat anak dapat

sejak kepergiannya beberapa langkah
membasuh sisa luka dengan tangan kecilnya
aku serasa tiada berbalas obat
mumpung ia masih dekat
dari tangkapan mataku langsung kuseru
“wahai si anak dapat, kemarilah, ada titipan untukmu.”
ia menoleh, memiringkan separuh sudut pandangnya ka arahku
yang masih terduduk di karung-karung sayur segar

benar ia padaku, datang, berlari, menuju penyeru
dadanya yang teduh
juga kakinya yang ramah pada bangsa tanah
kini ia di setentang dudukku
mata kami bertemu
tapi ia tetap membisu
“ini seikat kangkung buatmu, si anak dapat. salam pula buat ibumu yang taat.”

ia terima seikat kangkung dan pergi kembali
di sudut gang itu ia hilang dari kuasaku
kakiku kini kuasa mengimbangi mata kaki kiri dan kanan
menopang bangsa kangkung dan sepantarannya
sayur-sayur buat ibu-ibu besok pagi
sebuah pagi buat berobat si anak dapat.

Aie Pacah, 2014


----------
Dodi Saputra, lahir 25 September 1990 di Desa Mahakarya, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Saat tengah menyelesaikan studi S-1 di Jurusan Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Sajak dan cerpen dimuat di berbagai media dan antologi bersama.


Lampung Post, Minggu, 20 April 2014

No comments:

Post a Comment