Bercinta dengan Gelombang
Laut yang bercinta dengan gelombang
saban hari ada di sana
menunggu camar
tapi hanya batu karang yang setia menunggunya diam
meski berkali terus dipukul gelombang
berzaman-zaman menunggunya
setiap camar berniat terbang ke sana
ada suara asing hentakkan kesadarannya, instingnya
ketika hujan mengguyur pantai
angin hanyutkan rindunya ke laut lepas
lalu badai bertiup terbangkan cemburunya ke pulau terpencil
laut masih saja bercinta dengan gelombang
camar-camar meninggalkannya
Catatan, City Harlan, 25 September 2013
Sajak Anak Negeri
Harus sedalam apa lagi
lara menikam
bangsa ini
Harus sekeras apa lagi
jerit tangis menggema
di seluruh negeri
Harus berapa ribu lagi
nyawa ditumbangkan
terkubur tak bernilai
Mengapa curiga masih saja membakar jiwa
dendam tidak kunjung padam
kekerasan belum juga usai
hingga darah anak-anak negeri
mesti tercecer tak habis-habisnya
Mengapa begitu sulit saling mengasihi
padahal bukan sehari dua hari
hidup berdampingan
tidak juga sekali dua kali
tertawa dan menangis bersama
ditengah-tengah kebhinnekaan
Betapa langit pernah jadi saksi
kedamaian bumi pertiwi
milik kita dulu
Pedih
Perih
luka bangsa ini
sungguh harus diakhiri
Sudah saatnya bergenggam tangan lagi
menebar maaf mengayuh langkah
membangun bangsa kembali besar
Catatan, City Harlan, September 2013
Menyingsing Fajar
Menang, menang, dan menang lagi
pasti menang, harus menang
meski garang dan curang
hakim di pihak kami
golongan menang, rakyat senang
bukti, bukan urusan kami
Aduh, diterjang gelombang
haruskah lari?
sembunyi?
ataukah bertameng topeng?
Mahkamah Reformasi berkata:
berdasarkan daftar-daftar dosa
ternyata pemenang-pemenang pilkada sengaja memanipulasi konstitusi
mengintimidasi dan menyulap kotak-kotak suara
melakukan nepotisme, korupsi, dan kolusi serta suap-menyuap
maka dengan ini Mahkamah memutuskan:
untuk mengubur para pemenang-pemenang pilkada bersama buah karyanya
akhirnya gema ucapan selamat bertubi-tubi
Selamat jalan pahlawan polesan
Jangan kembali lagi
menyingsing fajar kejayaan
Catatan, Harlan City, 22 September 2013
Anak
Anak yang lahir
dari penderitaan
ialah puisi bernama kemanusiaan
anakkulah yang lahir dari sepi
anakkulah yang lahir dari sunyi
dibesarkan dongeng kehidupan
dan duka derita yang tak abadi
Catatan, Harlan City, September 2013
-----------
Restoe Prawironegoro Ibrahim, cerpenis dan penyair, tinggal di Jakarta.
Lampung Post, Minggu, 22 Desember 2013
Laut yang bercinta dengan gelombang
saban hari ada di sana
menunggu camar
tapi hanya batu karang yang setia menunggunya diam
meski berkali terus dipukul gelombang
berzaman-zaman menunggunya
setiap camar berniat terbang ke sana
ada suara asing hentakkan kesadarannya, instingnya
ketika hujan mengguyur pantai
angin hanyutkan rindunya ke laut lepas
lalu badai bertiup terbangkan cemburunya ke pulau terpencil
laut masih saja bercinta dengan gelombang
camar-camar meninggalkannya
Catatan, City Harlan, 25 September 2013
Sajak Anak Negeri
Harus sedalam apa lagi
lara menikam
bangsa ini
Harus sekeras apa lagi
jerit tangis menggema
di seluruh negeri
Harus berapa ribu lagi
nyawa ditumbangkan
terkubur tak bernilai
Mengapa curiga masih saja membakar jiwa
dendam tidak kunjung padam
kekerasan belum juga usai
hingga darah anak-anak negeri
mesti tercecer tak habis-habisnya
Mengapa begitu sulit saling mengasihi
padahal bukan sehari dua hari
hidup berdampingan
tidak juga sekali dua kali
tertawa dan menangis bersama
ditengah-tengah kebhinnekaan
Betapa langit pernah jadi saksi
kedamaian bumi pertiwi
milik kita dulu
Pedih
Perih
luka bangsa ini
sungguh harus diakhiri
Sudah saatnya bergenggam tangan lagi
menebar maaf mengayuh langkah
membangun bangsa kembali besar
Catatan, City Harlan, September 2013
Menyingsing Fajar
Menang, menang, dan menang lagi
pasti menang, harus menang
meski garang dan curang
hakim di pihak kami
golongan menang, rakyat senang
bukti, bukan urusan kami
Aduh, diterjang gelombang
haruskah lari?
sembunyi?
ataukah bertameng topeng?
Mahkamah Reformasi berkata:
berdasarkan daftar-daftar dosa
ternyata pemenang-pemenang pilkada sengaja memanipulasi konstitusi
mengintimidasi dan menyulap kotak-kotak suara
melakukan nepotisme, korupsi, dan kolusi serta suap-menyuap
maka dengan ini Mahkamah memutuskan:
untuk mengubur para pemenang-pemenang pilkada bersama buah karyanya
akhirnya gema ucapan selamat bertubi-tubi
Selamat jalan pahlawan polesan
Jangan kembali lagi
menyingsing fajar kejayaan
Catatan, Harlan City, 22 September 2013
Anak
Anak yang lahir
dari penderitaan
ialah puisi bernama kemanusiaan
anakkulah yang lahir dari sepi
anakkulah yang lahir dari sunyi
dibesarkan dongeng kehidupan
dan duka derita yang tak abadi
Catatan, Harlan City, September 2013
-----------
Restoe Prawironegoro Ibrahim, cerpenis dan penyair, tinggal di Jakarta.
Lampung Post, Minggu, 22 Desember 2013
No comments:
Post a Comment