Tentang Gerimis Sore itu
:Ais
/1/
sore itu aku melihatmu
duduk di samping lelaki
yang kau sebut Ayah
kau
lalu bercerita
tentang gerimis
yang membasahi
ujung rambutmu
bahkan
kau sempat memungutnya satu
untuk kau hadiahkan padaku
: lalu kuterima
jadi setetes air mata
/2/
gerimis sore itu
sedikit tak ramah
aku diamdiam
mengutuk musim
yang hampir mengacaukan
jadwal perjalananku
tapi kau bilang
tak boleh marah
sebab alam
sedang meluruhkan cerita
tentang masa kekanak
yang telah lama hilang
lalu kau
tibatiba mengajakku
menari di antara gerimis
memungut kenangan yang berserak
lalu menyusunnya lagi
menjadi selembar catatan
/3/
langit sore itu
meluruhkan gerimis
yang jatuhnya tegak lurus
seperti jarum menghujam perlahan
ke kulitkulit bumi
lalu kepada
tetes yang paling tajam
aku luruhkan wajahmu ke dalamnya
hingga suatu hari nanti
kutemui wajahmu berguguran
seperti hujan…
Cikarang, 19 November 2013
Surat untuk Ibu
ayahku
sudah duduk di atas sepeda
-seperti harihari sebelumnya-
menungguku menyelesaikan
selembar surat untuk
sarapan Ibu pagi ini
walau yang kutulis selalu sama
-resep nasi goreng ikan teri-
ayah tak pernah bosan mengantar
siang nanti
giliran kakakku
yang menulis surat untuk Ibu
entah apa yang ditulisnya
tapi kulihat dia sempat
mengumpulkan embun tadi pagi
malam nanti
ayah yang akan menulis surat
tak lagi tentang nasi goreng atau embun
mungkin tentang rindu
yang selalu ayah gantung di pintu kamarnya
kali ini
ayah tak ikut mengantar suratnya sendiri
sebab kemudi sepeda ayah
sudah sangat hafal, di mana alamat Ibu
Cikarang, 19 November 2013
------------
Alya Salaisha-Sinta, lahir di Jombang, 26 Maret 1986. Menulis puisi dan mengikuti lomba baca puisi sejak di bangku kuliah di Politeknik Negeri Lampung (Polinela). Sejumlah puisinya dimuat di berbagai media dan antologi bersama.
Lampung Post, Minggu, 8 Desember 2013
:Ais
/1/
sore itu aku melihatmu
duduk di samping lelaki
yang kau sebut Ayah
kau
lalu bercerita
tentang gerimis
yang membasahi
ujung rambutmu
bahkan
kau sempat memungutnya satu
untuk kau hadiahkan padaku
: lalu kuterima
jadi setetes air mata
/2/
gerimis sore itu
sedikit tak ramah
aku diamdiam
mengutuk musim
yang hampir mengacaukan
jadwal perjalananku
tapi kau bilang
tak boleh marah
sebab alam
sedang meluruhkan cerita
tentang masa kekanak
yang telah lama hilang
lalu kau
tibatiba mengajakku
menari di antara gerimis
memungut kenangan yang berserak
lalu menyusunnya lagi
menjadi selembar catatan
/3/
langit sore itu
meluruhkan gerimis
yang jatuhnya tegak lurus
seperti jarum menghujam perlahan
ke kulitkulit bumi
lalu kepada
tetes yang paling tajam
aku luruhkan wajahmu ke dalamnya
hingga suatu hari nanti
kutemui wajahmu berguguran
seperti hujan…
Cikarang, 19 November 2013
Surat untuk Ibu
ayahku
sudah duduk di atas sepeda
-seperti harihari sebelumnya-
menungguku menyelesaikan
selembar surat untuk
sarapan Ibu pagi ini
walau yang kutulis selalu sama
-resep nasi goreng ikan teri-
ayah tak pernah bosan mengantar
siang nanti
giliran kakakku
yang menulis surat untuk Ibu
entah apa yang ditulisnya
tapi kulihat dia sempat
mengumpulkan embun tadi pagi
malam nanti
ayah yang akan menulis surat
tak lagi tentang nasi goreng atau embun
mungkin tentang rindu
yang selalu ayah gantung di pintu kamarnya
kali ini
ayah tak ikut mengantar suratnya sendiri
sebab kemudi sepeda ayah
sudah sangat hafal, di mana alamat Ibu
Cikarang, 19 November 2013
------------
Alya Salaisha-Sinta, lahir di Jombang, 26 Maret 1986. Menulis puisi dan mengikuti lomba baca puisi sejak di bangku kuliah di Politeknik Negeri Lampung (Polinela). Sejumlah puisinya dimuat di berbagai media dan antologi bersama.
Lampung Post, Minggu, 8 Desember 2013
No comments:
Post a Comment