Sarangan, Sarang Kenangan
pagi ini…
kau jangan terlambat
kalau bisa datanglah lebih cepat
aku sudah menunggumu di sini
di tepian telaga pasir yang selalu berdesir
kita akan bertemu (lagi)
di sini
di tanganku ada setangkai kecubung yang tak pernah layu
ia kupetik dari jurang masa lalu
yang tumbuh di tepian telaga mata
kau ingat?
kita masih mempelai musim
musim yang tak pernah berganti
seperti di sini…
udara pun masih sama, dingin sekali
kabut-kabut menggeliat di waktu pagi
mawar dan dahlia kuyup seperti habis mandi
di tepi telaga, bangau-bangau jangkung sudah berdiri satu kaki
mengintai ikan-ikan kecil yang mengucup muka-muka air
di sini…
penjual kacang pun masih sama, juga menjual puisi
hanya saja, puisi mereka tampak lebih renta
telepak sepatu kuda pun masih sama, melagu cinta
seperti tepukan rebana di pesta kita
tiba waktunya...
lekaslah datang, sebelum semua jadi kenangan
karena memang di sinilah kenangan kita bersarang
Sarangan, sarang kenangan
kini, aku masih menunggumu…
hingga kau datang hanya bersama bayang-bayang
melayang hilang mengantar kenangan
Telaga Sarangan, Magetan, 2010
Reka Romansa
i//
jika aku bisa mengarang sebuah cerita
kepadamu akan kubenamkan sekilmah romansa
akan kupersilahkan kau duduk di sudut beranda
dan biarkan saja dua kursi menganga
karena…
jasad kita hanya bayang-bayang
dua semu yang saling berpantun rindu
sampai tak terasa
sesilang peluk menua di pundak kita yang jenaka
ii//
musim debu membawa puisi derai cemara
ke ranjang kita
yang berkabut
aku ingin berselingkuh dengan kesetiaan
aku tak ingin terbunuh dalam waham
prasangka demi prasangka berkawin dalam rusuk rangka
berbiak pinak
berbusa reka
iii//
kini
bukan jika
kini
aku telah pandai bercerita
dan untukmu sekilmah romansa
ini memang tak sebunga jejak Laila yang diendus Majnun
tak ini pula sebuah jeda
dimana Romeo suka membunuh dirinya
lalu menjelmakan diri menjadi secarik puisi yang dibawa angin ke tralis jendela
ini benar-benar romansa
romansa yang kukutip dari bibirku
yang mengelupas
karena tuakmu
iv//
tak apa
sungguh tak apa
maaf selalu lebih mudah dari sebatu nyawa
kini simak !
oh dengar!
dari mana saja
jika sebilah malam mencungkil pori-parumu
dan meniupkan atis ke daki kudukmu
maka itu kabar dari tanah basah yang aku selingkuhi
setelah romansa ini kau boleh menangis
tapi tunggulah sampai hujan berhenti
sampai romansa baru menulismu-ku dalam kisahnya
Malang, 2010
-----------
Mashdar Zainal, lahir di Madiun 5 Juni 1984. Novel pertamanya Zalzalah (2009). Beberapa tulisannya juga tergabung dalam antologi bersama.
Lampung Post, Minggu, 19 Mei 2013
pagi ini…
kau jangan terlambat
kalau bisa datanglah lebih cepat
aku sudah menunggumu di sini
di tepian telaga pasir yang selalu berdesir
kita akan bertemu (lagi)
di sini
di tanganku ada setangkai kecubung yang tak pernah layu
ia kupetik dari jurang masa lalu
yang tumbuh di tepian telaga mata
kau ingat?
kita masih mempelai musim
musim yang tak pernah berganti
seperti di sini…
udara pun masih sama, dingin sekali
kabut-kabut menggeliat di waktu pagi
mawar dan dahlia kuyup seperti habis mandi
di tepi telaga, bangau-bangau jangkung sudah berdiri satu kaki
mengintai ikan-ikan kecil yang mengucup muka-muka air
di sini…
penjual kacang pun masih sama, juga menjual puisi
hanya saja, puisi mereka tampak lebih renta
telepak sepatu kuda pun masih sama, melagu cinta
seperti tepukan rebana di pesta kita
tiba waktunya...
lekaslah datang, sebelum semua jadi kenangan
karena memang di sinilah kenangan kita bersarang
Sarangan, sarang kenangan
kini, aku masih menunggumu…
hingga kau datang hanya bersama bayang-bayang
melayang hilang mengantar kenangan
Telaga Sarangan, Magetan, 2010
Reka Romansa
i//
jika aku bisa mengarang sebuah cerita
kepadamu akan kubenamkan sekilmah romansa
akan kupersilahkan kau duduk di sudut beranda
dan biarkan saja dua kursi menganga
karena…
jasad kita hanya bayang-bayang
dua semu yang saling berpantun rindu
sampai tak terasa
sesilang peluk menua di pundak kita yang jenaka
ii//
musim debu membawa puisi derai cemara
ke ranjang kita
yang berkabut
aku ingin berselingkuh dengan kesetiaan
aku tak ingin terbunuh dalam waham
prasangka demi prasangka berkawin dalam rusuk rangka
berbiak pinak
berbusa reka
iii//
kini
bukan jika
kini
aku telah pandai bercerita
dan untukmu sekilmah romansa
ini memang tak sebunga jejak Laila yang diendus Majnun
tak ini pula sebuah jeda
dimana Romeo suka membunuh dirinya
lalu menjelmakan diri menjadi secarik puisi yang dibawa angin ke tralis jendela
ini benar-benar romansa
romansa yang kukutip dari bibirku
yang mengelupas
karena tuakmu
iv//
tak apa
sungguh tak apa
maaf selalu lebih mudah dari sebatu nyawa
kini simak !
oh dengar!
dari mana saja
jika sebilah malam mencungkil pori-parumu
dan meniupkan atis ke daki kudukmu
maka itu kabar dari tanah basah yang aku selingkuhi
setelah romansa ini kau boleh menangis
tapi tunggulah sampai hujan berhenti
sampai romansa baru menulismu-ku dalam kisahnya
Malang, 2010
-----------
Mashdar Zainal, lahir di Madiun 5 Juni 1984. Novel pertamanya Zalzalah (2009). Beberapa tulisannya juga tergabung dalam antologi bersama.
Lampung Post, Minggu, 19 Mei 2013
No comments:
Post a Comment