Sunday, March 17, 2013

Sajak-sajak Laela Awalia

Selepas Hujan
    : nirmala


Ada wangi tanah basah selepas hujan di beranda
sudah sepekan, tapi tak kunjung hilang
juga ada guguran daun yang belum sempat kau bersihkan
masih sama di bawah cemara
entah, tapi indraku memang menangkapnya demikian

lalu bias senyummu dalam bayangan rembulan ketika malam tiba
apakah kau patri aku dengan sudut matamu, nirmala?
hingga tak habis malam-malamku dengan lamunan akan pertemuan kita
sudah sepekan, dan masih ada dalam ingatan
***

hujan belum juga reda kala itu
ketika kita telah sampai menghitung rinai-rinai yang jatuh dari langit abu-abu
kau sempat bertanya,
    -apakah kau lelah menghitung hujan bersamaku, rama?-
dan aku terpaku
kehabisan kata untuk sekedar menjawab
    -tidak, nirmala-
sebab matamu telah membekukan duniaku

aku begitu canggung ketika kau biarkan waktu merayapi kita dalam kesenyapan yang tiba-tiba
serupa begitu asing pertemuan kita
seperti waktu yang tak kenal jeda
seperti pagi yang tak mampu berlari, lupa akan senja yang akan ada

hingga pada akhirnya aku mengerti
kita sedang mendengar hujan bernyanyi
dan melupakan sedih pedih
seperti juga matahari
menanti pagi untuk bisa terbit kembali
    -kalau begitu, rama, apakah hujan bisa memberi kita kekuatan hanya dengan mendengar mereka bernyanyi?-
dan aku masih tak juga menemukan kata untuk sekedar menjawab
    -mungkin, nirmala-
sebab ada yang tersisa dari perjalanan panjang kita selama ini
: cintamu
yang tak bisa kau sembunyikan di setiap perjumpaan
yang tak bisa aku hapuskan di setiap kediaman
yang tak bisa kita lukiskan lewat nyanyian
***

maka selepas hujan kali ini,
masih ada wangi tanah basah di beranda
juga ada guguran daun yang belum sempat kau bersihkan
sudah sepekan, tapi tetap tertinggal dalam ingatan

Natar, 7 Maret 2013


Pentasbihan Kerinduan
        : dinda


Kutemui setiap bintang di langit malam, dinda
bertanya apakah ada bias wajahmu disana
katanya,
temuilah pagi esok hari

lalu kutemui setiap embun yang menapaki pagi
lagi-lagi bertanya apakah ada senyummu yang terbingkai disana
katanya,
nanti kupoles dulu dengan kilauan sinar mentari

maka kutemui mentari yang merangkaki hari
tak bosan bertanya apakah ada potongan tawamu yang ia bawa
katanya,
masih kuhias dengan rona jingga milik senja

beruntung masih kutemui senja yang datang terlalu lama
tak habis bertanya apakah ada dirimu yang ia sembunyikan dariku
bukan jawaban yang aku terima seperti bintang, embun, atau mentari sebelumnya
katanya,
mengapa harus menunggunya di waktu gemintang mengerlip terang, atau embun mengilau silau, atau mentari menerik hari, atau jingga mewarnai senja?
bukankah ia turut dalam setiap untai doa yang kau kalungkan di tubuh malam, pagi, siang, dan senja?

duhai, dinda
tak usahlah lagi menjelma sebagai bayangan yang mengisi seluruh ruang tanpa pernah memberiku kesempatan untuk bertanya kapankah pertemuan itu nyata untuk kita
sebab seperti gelombang saja rasa yang ada
mencarimu, menantimu dalam tiap pentasbihan akan kerinduan
tak kah kau rasa?

Natar, 9 Maret 2013


---------------------
Laela Awalia, lahir di Natar, Lampung Selatan, 5 April 1986. Puisi dan cerpennya dimuat di beberapa media massa dan antologi bersama. Bukunya: Nyanyian Awan dan Hujan (kumpulan sajak bersama Angga Adhitya Prasojo, 2010). 




Lampung Post, Minggu, 17 Maret 2013

No comments:

Post a Comment