Sunday, September 21, 2014

Sajak-sajak Edi Purwanto

Menafsir Mimpi

entah kapan semua ini akan berakhir
selalu saja engkau hadir
membawa bunga yang kau petik semalam
kau persembahkan kepadaku

lalu kau pinta aku menafsir bunga itu

aku tak habis pikir
mengapa bunga yang menjadi teman tidurmu
kau curigai begitu rupa
serupa musuh dalam selimutmu

2014


Perempuan Pemetik Gitar

perempuan pemetik gitar
jemarinya yang renta terus berjalan
di atas dawai-dawai
melompat kiri-kanan

dari mulutnya yang hitam
lahirkan seuntai tembang kenangan
kampung halaman

dadanya bergetar
seolah hendak berkabar
tentang kampung halaman
yang kini terkapar

2014



Sepapa Kanan

air mata itu tak pernah lelah
hujam hitam bebatuan
dalam selimut hijau Bukit Barisan

air mata penuh gairah
mengundang kekasih untuk tetirah
sekadar meninabobokan amarah
yang mungkin telah berpinak dalam darah

2014




Way Kambas

lantaran orang-orang begitu gairah
membunuhmu
maka kami bangun rumah ini

meski tak seluas rumah asalmu
kiranya cukuplah sekadar
menjadi tempat teruskan sisa usiamu
bila perlu
berpinaklah engkau di sini
agar cerita tentang kepandaianmu bermain bola itu
tak lenyap dari bumi ini
dan kelak akan kuajak anak cucuku
sambangimu di sini

2014



Istana Penyu

mestinya di sini
di pantai sunyi beralas pasir renik
adalah istana paling nyaman
tempatmu berpinak

tapi siapa dapat menolak takdir
lantaran orang-orang
berlomba merusak istana itu
dan menjarah butir-butir
penerus silsilah
juga tangan-tangan setan
yang memutilasi tubuhmu
dijadikan hidangan kelas tinggi

2014



Lelaki Pembiola

Tubuh kurus itu ditikam matahari. Berdiri di gerbang sebuah mal
kota ini. Tangannya yang mulai rapuh dengan setia gesekkan stik
pada benda antik itu. Hingga lahir himne: mereka yang telah rela
mati untuk negeri ini.

Sementara orang lalu lalang. Matahari masih terus menikam dengan
angkuhnya. Tiada lelah ia berdiri. Hingga lahir kembali instrumentalia
kesenduan. Tentang seorang anak yang menitipkan rindu buat ayahnya.



----------------
Edi Purwanto, lahir di Sindangsari, Natar, Lampung Selatan, 7 Juli 1971. Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Lampung. Saat ini mengabdi di SMAN 2 Negerikaton, Pesawaran. Beberapa puisinya dimuat dalam antologi bersama Pukau Kampung Semaka (2010) dan Hilang Silsilah (2013).       


Lampung Post, Minggu, 21 September 2014

No comments:

Post a Comment