Jalanan Batu
sepanjang hari
kita terlempar
ke jalanan batu
yang buat gemetar
segala telah habis
usia membeku
menimang langkah
di lelah waktu
terjebak di riuh
yang padat
lupa ingatan
menimang hari
yang lumpuh
orang-orang terkapar
melempar kabar
yang menggelepar
tapi selalu saja debar
suaramu berdengung
di relung telinga
sehingga aku liat
dan mengingat rumah
atau sekadar jalan pulang
bagi tubuhku
yang hampir rubuh
ingin berenang
di rengkuh
lenganmu
/poris plawad, 2013
Stasiun Kramat
rel kereta ini akan membawaku
kepadamu
lurus besi
sunyi yang terbungkus
di tubuh para penumpang
menyimpan ruang
tapi gerbong kereta akan sesak
menyimpan bercak sakit
dan harum pintu rumah
di sana, anak-anakku
akan berlarian
dalam ruang tunggu
dan bergantian
menyebut, "ibu!"
hanya ada dengung suara
jadwal kereta
yang singgah
dan jejak langkah
tergesa
/2013
Fatamorgana
mungkin engkau adalah lengking
harap yang jauh. seperti kusisakan
pelukan di tubuh dinginmu
kita mendekap hujan yang kalut itu
tapi kota ini begitu tergesa
selalu terlambat sekadar mengeja
tak ada pintu yang terbuka
seperti juga aku masuki
dirimu dari segala sisi
/2013
Labirin Perempuan
engkau adalah gaduh tubuh
yang menggeliat
dan terus kucecap dengan hangat
sampai di pangkal hatimu, lelaki
telah kukurung murung
dan menjelma perempuan dewasa
namun nyeri rahim masih terasa
setiap kali khianat lewat
namun akan kujerat engkau selalu
sampai engkau tandas
menjadi sum-sum bagiku
buat pertumbuhan anak-anak
di pangkal rahimku
/edelweis, 2013
Rumah Ibu
ibu selalu menunggu
di rumahnya dengan cat
yang mulai suram
di sana, acap kusimpan
ingatan kanakku yang tak pernah tamat
lantai keramik yang mulai pudar
dan kamar bagi rindang tubuhku
selalu disimpannya
air mata puluhan tahun
bahkan ketika aku menjelma jadi ibu
bagi anak-anakku
/2013
Di Kota yang Lain
di kota yang lain, engkau hanya membeku. aku sibuk mencecap sudut yang mengerut. warna gedung. tubuh yang murung. bukankah ini sebuah tamasya? sementara engkau sibuk mengemas warna luka, bagi perih yang tak bisa dinamai. keasingan itu seperti pangkal hujan di bulan desember. merengut waktu yang lampau.
di kota yang lain, engkau menghapal nama-nama jalan yang baru. kuliner dari kota dan hari yang mendadak jadi batu.
/2013
--------------
Asrina Novianti, lahir di Lahat, 11 November 1980. Alumnus Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Lampung (Unila). Pernah dipercaya sebagai Pemimpin Usaha di Surat Kabar Mahasiswa Teknokra Unila. Tulisannya tersebar di berbagai media.
Lampung Post, Minggu, 5 Januari 2013
sepanjang hari
kita terlempar
ke jalanan batu
yang buat gemetar
segala telah habis
usia membeku
menimang langkah
di lelah waktu
terjebak di riuh
yang padat
lupa ingatan
menimang hari
yang lumpuh
orang-orang terkapar
melempar kabar
yang menggelepar
tapi selalu saja debar
suaramu berdengung
di relung telinga
sehingga aku liat
dan mengingat rumah
atau sekadar jalan pulang
bagi tubuhku
yang hampir rubuh
ingin berenang
di rengkuh
lenganmu
/poris plawad, 2013
Stasiun Kramat
rel kereta ini akan membawaku
kepadamu
lurus besi
sunyi yang terbungkus
di tubuh para penumpang
menyimpan ruang
tapi gerbong kereta akan sesak
menyimpan bercak sakit
dan harum pintu rumah
di sana, anak-anakku
akan berlarian
dalam ruang tunggu
dan bergantian
menyebut, "ibu!"
hanya ada dengung suara
jadwal kereta
yang singgah
dan jejak langkah
tergesa
/2013
Fatamorgana
mungkin engkau adalah lengking
harap yang jauh. seperti kusisakan
pelukan di tubuh dinginmu
kita mendekap hujan yang kalut itu
tapi kota ini begitu tergesa
selalu terlambat sekadar mengeja
tak ada pintu yang terbuka
seperti juga aku masuki
dirimu dari segala sisi
/2013
Labirin Perempuan
engkau adalah gaduh tubuh
yang menggeliat
dan terus kucecap dengan hangat
sampai di pangkal hatimu, lelaki
telah kukurung murung
dan menjelma perempuan dewasa
namun nyeri rahim masih terasa
setiap kali khianat lewat
namun akan kujerat engkau selalu
sampai engkau tandas
menjadi sum-sum bagiku
buat pertumbuhan anak-anak
di pangkal rahimku
/edelweis, 2013
Rumah Ibu
ibu selalu menunggu
di rumahnya dengan cat
yang mulai suram
di sana, acap kusimpan
ingatan kanakku yang tak pernah tamat
lantai keramik yang mulai pudar
dan kamar bagi rindang tubuhku
selalu disimpannya
air mata puluhan tahun
bahkan ketika aku menjelma jadi ibu
bagi anak-anakku
/2013
Di Kota yang Lain
di kota yang lain, engkau hanya membeku. aku sibuk mencecap sudut yang mengerut. warna gedung. tubuh yang murung. bukankah ini sebuah tamasya? sementara engkau sibuk mengemas warna luka, bagi perih yang tak bisa dinamai. keasingan itu seperti pangkal hujan di bulan desember. merengut waktu yang lampau.
di kota yang lain, engkau menghapal nama-nama jalan yang baru. kuliner dari kota dan hari yang mendadak jadi batu.
/2013
--------------
Asrina Novianti, lahir di Lahat, 11 November 1980. Alumnus Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Lampung (Unila). Pernah dipercaya sebagai Pemimpin Usaha di Surat Kabar Mahasiswa Teknokra Unila. Tulisannya tersebar di berbagai media.
Lampung Post, Minggu, 5 Januari 2013
No comments:
Post a Comment