Sebelum Pagi Datang
sebelum pagi datang
rapikan dulu rambut dan gaunmu
yang masai
juga seprai dan bantal
tempat kita urai mimpi semalam
debu-debu di lantai dan jendela
pun butuh perhatian
biarkan udara suci bertandang
dalam rumah kita
setelah itu
kau boleh nuju dapur
sekadar menjerang air penghangat tubuh
lalu pergilah engkau ke surgamu
Lampung Barat, Desember 2013
Di Ham Tebiu
taman ini masih mencatat sejarah persuaan kita
ia serupa dermaga dan kita adalah dua kapal
yang bersandar padanya lantaran usai sudah
perjalanan keliling dunia
ditemani angin senja yang aduhai
juga kecipak ikan yang nakal
kita berbincang tentang masa depan
mewujud ikrar
“aku ingin seperti Pesagi yang berdiri tegar menjagamu.”
“dan aku ingin menjadi kaki bagimu agar selalu
dekat denganmu tak peduli waktu.”
Ham Tebiu serupa nirwana bagi kita:kala itu
Lampung Barat, Desember 2013
Tentang Akar
telah ia simpan segala rahasia:putih hitam
kehidupan pada kegelapan
udara dan cahaya tak lagi sebagai kekasih
setia yang selalu bersama
habiskan hari-hari hingga kalender
tak berakhir
lelah yang terbang terus dipatrikan
air dan hara ia kirim seadil-adilnya
kepada semua sahabat karibnya
agar mereka hidup bahagia
menjadi bagian semesta
Selat Sunda
mekarlah estetika di jiwa
pandangi tubuhmu dengan mesra
Swarnadwipa-Jawadwipa menjalin cinta
dalam naungan kasih dewata
dalam naungan kasih dewata
terlahir seorang putra
penerus silsilah gemunung ternama
kelak akan kau sambangi dia
pada bulan penuh bahagia
Liwa, Oktober 2013
Ada yang Menangis Diam-Diam
ada yang menangis diam-diam
yang mungkin tak terdengar
lewat telinga indahmu
ada yang menangis diam-diam
yang justru bisa kaudengar
lewat matamu
lalu kaukirim
nuju hatimu
sungguh
ini bukanlah sekadar sinestesia
yang sengaja mengubah makna
lewat tanggapan dua indera berbeda
ada yang menangis diam-diam
mereka:batang-batang damar
menanti sisa usia
Lampung Barat, Oktober 2013
Pada Matamu
matamu serupa danau
mengundang pukau
meski kadang lahirkan risau
matamu laksana rimbun hijau pepohonan
memberi kedamaian
walau tak jarang tuliskan keraguan
matamu ibarat langit
tempat asal hujan diturunkan
hingga sebabkan kusakit
tiada terperikan
Bandar Lampung, Desember 2013
Serabi
putih dirimu
dengan penampilan teramat lugu
tanpa hiasan di tubuhmu
meski begitu
sensasi perisa kau tawarkan
lewat aroma santan
dari dalam tubuh itu
Lampung Barat, November 2013
------------------
Edi Purwanto, lahir di Sindangsari, Natar, Lampung Selatan, pada 7 Juli 1971. Saat ini mengabdi di SMA Negeri 2 Negerikaton, Pesawaran.
Lampung Post, Minggu, 26 Januari 2014
sebelum pagi datang
rapikan dulu rambut dan gaunmu
yang masai
juga seprai dan bantal
tempat kita urai mimpi semalam
debu-debu di lantai dan jendela
pun butuh perhatian
biarkan udara suci bertandang
dalam rumah kita
setelah itu
kau boleh nuju dapur
sekadar menjerang air penghangat tubuh
lalu pergilah engkau ke surgamu
Lampung Barat, Desember 2013
Di Ham Tebiu
taman ini masih mencatat sejarah persuaan kita
ia serupa dermaga dan kita adalah dua kapal
yang bersandar padanya lantaran usai sudah
perjalanan keliling dunia
ditemani angin senja yang aduhai
juga kecipak ikan yang nakal
kita berbincang tentang masa depan
mewujud ikrar
“aku ingin seperti Pesagi yang berdiri tegar menjagamu.”
“dan aku ingin menjadi kaki bagimu agar selalu
dekat denganmu tak peduli waktu.”
Ham Tebiu serupa nirwana bagi kita:kala itu
Lampung Barat, Desember 2013
Tentang Akar
telah ia simpan segala rahasia:putih hitam
kehidupan pada kegelapan
udara dan cahaya tak lagi sebagai kekasih
setia yang selalu bersama
habiskan hari-hari hingga kalender
tak berakhir
lelah yang terbang terus dipatrikan
air dan hara ia kirim seadil-adilnya
kepada semua sahabat karibnya
agar mereka hidup bahagia
menjadi bagian semesta
Selat Sunda
mekarlah estetika di jiwa
pandangi tubuhmu dengan mesra
Swarnadwipa-Jawadwipa menjalin cinta
dalam naungan kasih dewata
dalam naungan kasih dewata
terlahir seorang putra
penerus silsilah gemunung ternama
kelak akan kau sambangi dia
pada bulan penuh bahagia
Liwa, Oktober 2013
Ada yang Menangis Diam-Diam
ada yang menangis diam-diam
yang mungkin tak terdengar
lewat telinga indahmu
ada yang menangis diam-diam
yang justru bisa kaudengar
lewat matamu
lalu kaukirim
nuju hatimu
sungguh
ini bukanlah sekadar sinestesia
yang sengaja mengubah makna
lewat tanggapan dua indera berbeda
ada yang menangis diam-diam
mereka:batang-batang damar
menanti sisa usia
Lampung Barat, Oktober 2013
Pada Matamu
matamu serupa danau
mengundang pukau
meski kadang lahirkan risau
matamu laksana rimbun hijau pepohonan
memberi kedamaian
walau tak jarang tuliskan keraguan
matamu ibarat langit
tempat asal hujan diturunkan
hingga sebabkan kusakit
tiada terperikan
Bandar Lampung, Desember 2013
Serabi
putih dirimu
dengan penampilan teramat lugu
tanpa hiasan di tubuhmu
meski begitu
sensasi perisa kau tawarkan
lewat aroma santan
dari dalam tubuh itu
Lampung Barat, November 2013
------------------
Edi Purwanto, lahir di Sindangsari, Natar, Lampung Selatan, pada 7 Juli 1971. Saat ini mengabdi di SMA Negeri 2 Negerikaton, Pesawaran.
Lampung Post, Minggu, 26 Januari 2014