Sunday, December 29, 2013

Sajak-sajak Humam S. Chudori

Jangan Kau Tanya

jangan kau tanya di mana kini aku ada
sebab aku tengah mencari keberadaan-Nya
yang belum kutemukan di peta mana
pada ribuan koleksi peta yang ada
dalam otak di tiap belahan kepala

jangan kau tanya ke mana aku mencari-Nya
sebab sedang kucaricari itu alamat
yang mungkin tak pernah tercatat,
namun coretan itu pasti ada
dan tersimpan di alam raya
tetapi entah di mana, di dasar bumi
di antara lipatan langit, di sudut bulan
di pelipis matahari, atau di pusar galaksi
bima sakti

jangan tanya untuk apa kuingin jumpa Dia
yang telah menitipkan padaku segalanya
ingin kuberdiskusi tentang anak istri
yang diamanahkan selama ini
yang kadang membuatku lupa akan Dia

2013


Kerinduan

ada malaikat bersijingkat di atas
rumah kita, berdentam-dentam suaranya
mendengar istri bertadarus, patah-patah
tangisnya. memilukan
rindu nenek yang mewarisi sawah
sepetak, tanpa hasil selain kekecewaan
meski bertahun-tahun terlewati

pupuklah kerinduan kita pada-Nya
pada malam ini
istriku!
daripada mengharap hasil lahan
yang nenek tinggalkan
pada kedua cucunya

dengar!
angin dan malam ikut mengamini
kerinduan kita pada-Nya
gelap malam juga melakukan
sunyi sepi mengharukan
tangis hening menyayat hati

2013


Terlambat 

sulit dijelaskan padamu
ketika terlambat pulang, kekasih
bagaimana aku menjelaskan
kami dipenjara hujan usai acara
menerbangkan buku puisi lima penyair
suamimu tak kirim sms
lantaran kehabisan pulsa
dan, uang tiada pula

2013


Belajarlah pada Ikan di Laut


belajarlah pada ikan di laut,
agar tak terpengaruh lingkungan
sebab mereka tak pernah asin
kendati hidup di air asin

belajarlah pada ikan di laut
nan tak patah semangat
berjuang keras di alam bebas
bertahan hidup dalam ganasnya
kedalaman lautan lepas

belajarlah pada ikan di laut
tangguh, tak pernah malas
berenang ke sana kemari
mencari rezeki yang disediakan
Yang Maha Pemberi

belajarlah pada ikan di laut
agar tahu diri kita, tak cari makan
di luar habitat, tak ekspansi ke sungai
mengerti rezeki air payau dan air tawar
bukan disediakan bagi mereka

tetapi,
mungkinkah masih bisa kita
belajar pada ikan di laut
ketika laut sudah tercemar limbah
dan ikan pun
menggelepar
terkapar
: mati sia-sia

2013


----------
Humam S. Chudori, lahir Jumat Kliwon, 12 Desember 1958, di Pekalongan, menempuh pendidikan SD, SMEP Negeri, SMEA Negeri (semuanya di Pekalongan). Tahun 1978 hijrah ke Jakarta. Tahun 1982 melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Jakarta. Mengambil jurusan jurnalistik. Buku puisinya: Perjalanan Seribu Air Mata. Menulis puluhan buku cerpen, novel, dan lainnya.


Lampung Post, Minggu, 29 Desember 2013

Saturday, December 21, 2013

Sajak-sajak Restoe Prawironegoro Ibrahim

Bercinta dengan Gelombang

Laut yang bercinta dengan gelombang
saban hari ada di sana
menunggu camar
tapi hanya batu karang yang setia menunggunya diam
meski berkali terus dipukul gelombang
berzaman-zaman menunggunya
setiap camar berniat terbang ke sana
ada suara asing hentakkan kesadarannya, instingnya
ketika hujan mengguyur pantai
angin hanyutkan rindunya ke laut lepas
lalu badai bertiup terbangkan cemburunya ke pulau terpencil
laut masih saja bercinta dengan gelombang
camar-camar meninggalkannya

Catatan, City Harlan, 25 September 2013


Sajak Anak Negeri

Harus sedalam apa lagi
lara menikam
bangsa ini

Harus sekeras apa lagi
jerit tangis menggema
di seluruh negeri

Harus berapa ribu lagi
nyawa ditumbangkan
terkubur tak bernilai

Mengapa curiga masih saja membakar jiwa
dendam tidak kunjung padam
kekerasan belum juga usai
hingga darah anak-anak negeri
mesti tercecer tak habis-habisnya

Mengapa begitu sulit saling mengasihi
padahal bukan sehari dua hari
hidup berdampingan
tidak juga sekali dua kali
tertawa dan menangis bersama
ditengah-tengah kebhinnekaan

Betapa langit pernah jadi saksi
kedamaian bumi pertiwi
milik kita dulu

Pedih
Perih
luka bangsa ini
sungguh harus diakhiri

Sudah saatnya bergenggam tangan lagi
menebar maaf mengayuh langkah
membangun bangsa kembali besar

Catatan, City Harlan, September 2013


Menyingsing Fajar

Menang, menang, dan menang lagi
pasti menang, harus menang
meski garang dan curang
hakim di pihak kami

golongan menang, rakyat senang
bukti, bukan urusan kami

Aduh, diterjang gelombang
haruskah lari?
sembunyi?
ataukah bertameng topeng?

Mahkamah Reformasi berkata:
berdasarkan daftar-daftar dosa
ternyata pemenang-pemenang pilkada sengaja memanipulasi konstitusi
mengintimidasi dan menyulap kotak-kotak suara
melakukan nepotisme, korupsi, dan kolusi serta suap-menyuap
maka dengan ini Mahkamah memutuskan:
untuk mengubur para pemenang-pemenang pilkada bersama buah karyanya

akhirnya gema ucapan selamat bertubi-tubi
Selamat jalan pahlawan polesan
Jangan kembali lagi
menyingsing fajar kejayaan

Catatan, Harlan City, 22 September 2013


Anak

Anak yang lahir
dari penderitaan
ialah puisi bernama kemanusiaan

anakkulah yang lahir dari sepi
anakkulah yang lahir dari sunyi
dibesarkan dongeng kehidupan
dan duka derita yang tak abadi

Catatan, Harlan City, September 2013


-----------
Restoe Prawironegoro Ibrahim, cerpenis dan penyair, tinggal di Jakarta.


Lampung Post, Minggu, 22 Desember 2013

Sunday, December 15, 2013

Sajak-sajak Muhammad Arfani Budiman

Percik Hujan
rintik gerimis bagai ritme
bagi roh kesunyian
getar dalam dadaku
menembus kelebat angin
bersama raut waktu
aku memahami hujan
sebagai isyarat rindu yang melengking
pada suara-suara geitir dalam jakunku
mengunyah ratusan mimpi
terekam sebagai potret luka
paling muram di sihir hujan
tersusun rapi dalam doa
menari bersama barisan kerinduan
memar dalam kuku waktu

2013



Gerimis Hitam

pekat waktu melaju
menuju pucuk-pucuk mahoni
kelebat angin menafsirkan ruh kesunyian
pecah di daun jendela, matahari meruap
menuju rongga langit sementara tebasan hujan
di tabir senja, melipat dedaunan,
menghitung gerimis hitam yang jatuh
di tanah basah, begitu juga lembaran usia
selalu berdegup ketika malaikat menggetarkan
loncengnya sebagai tanda maut selalu beringsut
menyelusup mendobrak jantung para hamba sahaya

2013


Lonceng

lonceng bergetar
sebagai isyarat rindu
rebah menuju hamparan tanah
seikat rindu terlempar menuju peleburan
awan bersayap menenun langit jingga
sementara kesunyian mengerang di tabuh gendang
pecah sebagai angin, menelusuri wajah malam
pada tangkai kenangan, bunga-bunga layu di siram gerimis hitam
lonceng bergetar sebagai penanda
ke pintu mana kita pulang
mengetuk peluru waktu
menembak riuh kata-kata

2013


Persembahan
: Dwi Sri

di malam jumat keramat
dupa menyala sebagai ritual
para petapa menyambut leluhur
bersenandung dalam rakaat hujan
kepada juru kesunyian
terimalah mantra padi-padi
sebagai dewi kesuburan
berkatilah sawah-sawah kami
yang mulia Dwi Sri

2013


Setelah Hujan

setelah hujan
menenggelamkan perasaan yang
tak selesai padamu, aku memetik mawar
yang mekar di sebuah taman
sebagai hadiah di hari ulang tahunmu
pada kelebat angin aku titipkan gemuruh cinta
yang tersusun rapi menuju matamu
rekah sebagi kata-kata
lebur sebagai doa
setelah hujan reda
ada yang bergetar seperti jarum jam
di raut waktu yang terus melaju
aku menyimpan senyummu
dalam lebam malam

2013


-----------------
Muhammad Arfani Budiman, lahir 6 Januari 1989. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia. Bergiat di ASAS (Arena Studi Apresiasi Sastra).


Lampung Post, Minggu, 15 Desember 2013


Sunday, December 8, 2013

Sajak-sajak Alya Salaisha-Sinta

Tentang Gerimis Sore itu
:Ais


/1/
sore itu aku melihatmu
duduk di samping lelaki
yang kau sebut Ayah

kau
lalu bercerita
tentang gerimis
yang membasahi
ujung rambutmu

bahkan
kau sempat memungutnya satu
untuk kau hadiahkan padaku
: lalu kuterima
jadi setetes air mata


/2/
gerimis sore itu
sedikit tak ramah

aku diamdiam
mengutuk musim
yang hampir mengacaukan
jadwal perjalananku

tapi kau bilang
tak boleh marah

sebab alam
sedang meluruhkan cerita
tentang masa kekanak
yang telah lama hilang

lalu kau
tibatiba mengajakku
menari di antara gerimis
memungut kenangan yang berserak
lalu menyusunnya lagi
menjadi selembar catatan


/3/
langit sore itu
meluruhkan gerimis
yang jatuhnya tegak lurus
seperti jarum menghujam perlahan
ke kulitkulit bumi

lalu kepada
tetes yang paling tajam
aku luruhkan wajahmu ke dalamnya

hingga suatu hari nanti
kutemui wajahmu berguguran
seperti hujan…

Cikarang, 19 November 2013




Surat untuk Ibu

ayahku
sudah duduk di atas sepeda
-seperti harihari sebelumnya-
menungguku menyelesaikan
selembar surat untuk
sarapan Ibu pagi ini
walau yang kutulis selalu sama
-resep nasi goreng ikan teri-
ayah tak pernah bosan mengantar

siang nanti
giliran kakakku
yang menulis surat untuk Ibu
entah apa yang ditulisnya
tapi kulihat dia sempat
mengumpulkan embun tadi pagi

malam nanti
ayah yang akan menulis surat
tak lagi tentang nasi goreng atau embun
mungkin tentang rindu
yang selalu ayah gantung di pintu kamarnya

kali ini
ayah tak ikut mengantar suratnya sendiri
sebab kemudi sepeda ayah
sudah sangat hafal, di mana alamat Ibu

Cikarang, 19 November 2013



------------
Alya Salaisha-Sinta, lahir di Jombang, 26 Maret 1986. Menulis puisi dan mengikuti lomba baca puisi sejak di bangku kuliah di Politeknik Negeri Lampung (Polinela). Sejumlah puisinya dimuat di berbagai media dan antologi bersama.


Lampung Post, Minggu, 8 Desember 2013

Sunday, December 1, 2013

Sajak-sajak Budhi Setyawan

Lukisan Penari (1)

aku tak kuasa menera
asal usul dan alamatmu
sedemikian kilat engkau keluar
dari sebalik cermin langit
tempatku berkaca untuk
menanyakan gerak kupu kupu
di antara aroma nektar yang
menguar menyerbu

aku tak sanggup menerka
apa rerumpun kata yang hendak
kau terbitkan pada sendi jelajah
para pemburu takjub yang
bertumbuhan di kanal kanal
kenangan dan harapan
yang melintasi wilayah wilayah
percakapan sepi

pada lentik gerik
dan runcing kerlingmu
aku menafsir siluet siluet
kehidupan yang penuh dendang
yang acap dilumur ratap radang

    2013



Afeksi (1)

engkaukah yang melambatkan putaran jarum di arlojiku.
lalu malam menjelma labirin yang dipenuhi kerlip kesepian.
dan jarak menjadi kanvas yang teramat luas, sedangkan
belum muncul juga: tentang apa yang hendak digoreskan
oleh kuas yang terburu terpukau warna.

engkaukah yang telah menjadi arlojiku, yang melingkari
nadi gerakku. wajahmu serupa nebula yang terus mengitari
pergelangan, membuat lintasan orbit di sekeliling taman
degupku. kautebarkan aroma rempah ke udara malam,
sehingga bertumbuh desir kegaiban berbalur nujum
perjamuan.  

    2013 





Berburu Maafmu
                                   : yuni kurniasari 
masih kusimpan getar tarian bibirmu
menyapu kanvas malam
yang mengirimkan suar nyala paling madu

kemeriahan yang ritmis
mekar di taman bergantung
pada kedalaman matamu yang lembayung

kuda andong yang gemar mengukur jalanan
tumpukan durian memompakan manis tebaran
serta keramaian jamu kranggan yang tak lekang
oleh gerah tahun tahun yang nyalang berlepasan

becak di perempatan
menafsir usia kesepian
kemarau gigilkan roda ban
pada lintasan penantian

ada degap kepiluan patung pemain biola
merunut kelok panjang pengakuan kelahiran
di kolong sayup lagu kebangsaan negeri yang pucat

aku yang dikerubut racun metropolitan
memutus tali emas dalam erupsi nanar
dan kini aku sendiri yang terkapar
oleh serapah percakapan diam jalanan perkotaan

telah kukunyah petikan karma darimu
hingga menjadi roman temaram di alur aliran sungai
yang mencari muara ke langit

entah bila,
dapat kusadap sari kata darimu
buat membasuh kekelaman ruang napasku

    Purworejo, 2010



Cemara Tujuh

aku terkenang tujuh tubuh
yang meninggi mengusap langit
ilusi dialiri bulir sepoi sore
bersama denting gamelan dan kicau burung
mengirimkan keharuan zaman
ke jantung matahari tembaga

rerupa bunga padma
menjadi lelampu di rantingmu
di seberang kekar pilar pilar dan
lembar selasar yang tergelar
merawi takzim agung balairung
memeram riwayat renung

dalam khusyuk kembara
berkali aku menyunting auramu, hingga
mengepul rindu. amuk risau menderu.

2012



----------------
Budhi Setyawan, lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 9 Agustus 1969. Tulisannya dimuat di banyak media nasional dan daerah. Sekarang aktif di kegiatan bulanan Sastra Reboan di Bulungan, Jakarta Selatan, serta sebagai penggagas dan ketua Forum Sastra Bekasi.


Lampung Post, Minggu, 1 Desember 2013