Sunday, January 27, 2013

Sajak-sajak F. Moses

Di Katedral Tanjungkarang

di tingkap cericit merdu
terbang dari mazmur catatanMu
meniupkan angin
kicaukan ihwal kelahiran
serta kenangan
juga beberapa kisah

dilipat segala peristiwa
atas namaMu dan anak manusia

kudengar kami masih manusia hilang
lenguh domba dasar jurang
           
            Tanjungkarang, Juni 2011


Kenangan

sebagaimana kenangan
menjelma kunang-kunang
merdu suaramu terngiang
di tiap sungsang kenangan

sebagaimana batas rindu
menggamit terjal kedalaman
belantara kau dan aku
di rapuh jembatan zaman

sebagaimana kunang-kunang
membawa kenang-kenangan
seperti di atas benang
                     jalan kepadamu

                               Telukbetung, Januari 2012


Malam di Jalan Thamrin

kabut malam ialah debu beterbangan
kunang-kunang terlahir dari rahim lampu kota
melata dari Permakaman Karet
sebagaimana kata-kata ialah selangkah jurang bagi bahasa
bilamana frasa dan klausa tak lagi bersaudara
kau dan aku tahu sebuah alasan
:kalimat hanyalah bagi kita masing-masing agar selamat

            Jakarta, April 2012


Pukul 16.59
:Teater Satu dan Kober
sebentar lagi senja
dan itu sangat berpotensi
merusak kewarasan mencintaimu
dari cara paling benar

        Merak-Bakauheuni, 2012



Hari Lahir Hujan

dari rahim awan terlahir
setetes sesap menembus
susah payah
segala liang bagi tanah
menembus rahim waktumu
   
        Jakarta, Januari 2013

---------
F. Moses, kelahiran Jakarta, 8 Februari 1979. Menulis puisi dan cerpen. Kadang juga bikin esai dan penelitian sastra. Berkehidupan di antara dua kota: Lampung dan Jakarta.


Lampung Post, Minggu, 27 Januari 2013




Sunday, January 20, 2013

Sajak-sajak Den Rasyidi Az.

Sepi Membakar Kenyataan

Sepi membakar kenyataan di mataku
membawa mimpi abadi, dari matamu

baru malam ini ibu
bulan yang dulu dititipkan pada awan
dan langit berselimut debu
tergesa-tergesa menaburkan cahaya
pada daun-daun

sedang aku ibu
kumandangkan tasbih dan tahmid
hanya sesekali menyibak bumi
tak juga mengiris langit
malam pun pergi
entah, kapan ia membawa sepi

aku menarikan rumi, ibu
juga dinyanyikannya lagu sendu

diantara ujung duri dan batangnya
kulupakan tentang sepi

2012


Membaca Air Mata

Kekasih, bacalah air mataku sebagai kerinduan
tetes embun yang jatuh dalam do’a malammu
Lagi-lagi buat aku terdiam dari sepi
merengkuh bayangmu yang dingin
Aku berdiri tanpa kaki

Awan yang datang pada malam
kupinjam untuk menemani bintang-bintang
saat jarum jam kau cabut sebelum fajar bertandang

Bintik hujan yang bergelombang
kuterjemahkan sebagai lumatan bibirmu
Yang tak sempat kuingat pada kenikmatan

2012


Jarak Kerinduan

O’ Eliza,
Biarlah lorong-lorong membawamu ke puncak jalan
tidak akan kubakar matamu karena sembab

Pada sepi aku geram
menukar luka dengan kesedihan
tertimbun oleh asap dan kabut malam

aku ingin membuat mercusuar
yang mencakar setiap kepedihan

Masihingatkah kauEliza,
Pada bunga-bunga yang tak berdaun
di rerantingnya
kita menggantungkan pandang
kita pun sama-sama pulang

tapi, ia menjadi kunang-kunang
terbang menjemputmu
sementarakita tak pernah berpisah bukan
Kau di sana aku di sini
hanya sebatas jarak yang berlapis kerinduan

2012


Menyetubuhimu

Dalam hati menyetubuhimu sebagai kekasih
Mimpi di tangan malaikat
sebelum anggur dan malam
lenyap di kamarku

Masuklah, lihat bagaimana darah mengalir
pada dinding yang kau jilati dulu
Kau menyatukan tubuh yang nesta
yang abadi tak ada dalam ruang, kataku
Untuk melihat tuhan
aku dalam kekosongan dan hampa

Pada apa saja yang tertambat
tubuhmu adalah tubuhku dalam kesendirian

2012


--------------
Den Rasyidi Az., lahir di Sumenep, Madura, sebagai salah satu penggerak Lingkaran Metalogi dan Aktif di MBP (Masyarakat Bawah Pohon) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Karya-karyanya pernah dipublikasikan berbagai media.

Sunday, January 13, 2013

Sajak-sajak Husen Arifin

Tanah Kepulangan

matahari rapi berbaris di matamu, pagi membelai siwalan dengan celuritnya. aku merayap selangkah ke musim tua. kusembahyang laut menuju gelombang. aku tanam di wajahmu tanah kesetiaan. di bibirmu yang kucium karena menggagalkan diriku masuk ke corong kesunyian. 

usai  kau meladang tercium baju dan pergelangan tanganmu seperti membawaku ke pergulatan kehidupan. orang-orang membangun masa depan di punggungnya, meletakkan api di kepala mereka. sementara kau memahat angka-angka di kalender. di bilik kau sampaikan. ketika kau meladang kucium bau pepadi kuning.

usai meladang aku pulang. tak pernah terbalaskan dan kau merenda karena cinta masih luka yang rekayasa.

2012


Di Lorong Tubuh

di lorong tubuhmu aku berlari-lari

jalanan ini meruntuhkan pusara dan nestapa, di tiap tikungan tarian, kecak dan rancak kakimu seperti suasana riuh pasar tanah garam seperti tadarus mengendap dan ramai di jantungmu. ya, padahal  jutaan kata-kata terlahir sebelum penyair, ingin aku menjelma celurit seperti membaca dendam di lubuk orang hitam dan aku memasuki tubuhmu yang rimba.

karena airmatamu hijrah maka akan ada senja memilihkanku jalan tak petang di lorong tubuhmu

di lorong tubuhmu aku berlari-lari

2012 


Jika Hujan Datang

kususuri jalan-jalan sepanjang desa, petani mungil menabur kegigihan rela mengangkut tubuh hampir rubuh air-air diambil dari sebidang kolam.

seperti mimpi bagi mereka menata cinta anak-anak tembakau. merayakan ulang tahun untuk ladang mereka dan aku. seperti menari-nari di jerami, kami sanggul mimpi itu dan pulang tak bawa apa-apa, hanya serpih api-api. usang meladang, tembakau telanjang. di keutuhan malam hari, merekamlah kami tentang musim-musim. jika hujan datang, mungkin kami melabuhkan tubuh kepada majikan. meskipun kami mengguyuri diri dengan sesal yang kelam.

Probolinggo, 2010 



Ibu

di kerutan dahi ibuku. aku lukis pematang. seribu impian. rindu padang sepanjang halaman. bunga-bunga kelindan dan terumbu keindahan. ditumbuhi pohon-pohon siwalan. dan selalu datang rembulan kalau aku dendangkan nyanyian kepada ibuku. tak sempat kuhabiskan senjaku. ibuku menggambarkan surga. menghampar ladang seluas-luasnya melebihi bumi ini. aku menandai senja ini dengan kemahakuasaan. ibuku, surga yang meladang ke hatiku. di tangan ibuku, aku menjadi reranting yang siap patah. karena kuasa ibu bersanding dengan tuhan. di kaki ibuku, aku menjadi manusia yang usang. terlampau rendah dan terlalu ringan untuk dihempaskan. di lengkung matanya, kusebut nama pahlawan setiap waktu. ibuku.  sekarang surga yang ibu mau ada padaku.

Probolinggo, 2010 


Lelaki Pematang

lelaki pematang memasang matahari di kepalanya. di setiap jemari ia tandai angka-angka. Ia menghitung usia panen pematang. sudah kudengar namanya. sudah bertahun-tahun lamanya. lelaki pematang jejak-jejak tuhan telah tertanam di diri yang senja. bila musim hama dan tanaman menyerbu. dengan airmata pun menghadirkan obat yang dinantikan. orang bertanya tentang siapa yang aku pilih dari sekian perempuan pematang?

Probolinggo, 2010 


-----
Husen Arifin, lahir di Probolinggo, 28 Januari 1989.  Pernah meraih penghargaan dalam Lomba Cerpen Tingkat Nasional IPB (2011), Lomba Cerpen Islami Se-Jawa Timur di ITS (2011). Karya-karyanya dimuat di berbagai media dan antologi bersama.

Sunday, January 6, 2013

Sajak-sajak Dodi Saputra

Sujudnya Jiwa

Mengusik kesyukuran dalam rendah
Menjadi kelelahan tanpa rasa
Jasad berkata bila resah
Menenangkan gejolak jiwa gulana.


Sadar Gemetar

Sekira gelap menyelimuti sadar
Saraf mengelilingi kian berputar
Semburat menyentuh kelakar bersandar
Sembari bias menyapa tubuh gemetar.


Senja Menyapa

Curam kau arungi hari ini
Celaka mereka tak tahu diri
Cerita foya mengelakkan hati gersang
Cetakan tanah petak memanggil sayu
Celupkan jasad hingga menuju satu.



Barisan Depan

Tiupan lembut angin semerbak riuh
Menyapa perlahan barisan depan tanpa bosan
Menepuk sang penghayal di alam dingin kenyal
Menyibak bola mata keluar bersama raga
Memaksa jasad di himpitan kuat yang mendera.


Alam Berkata Apa?
Dunia terperangkap ilusi berkali-kali
Tanah bergetar tanpa bosan berputar
Air bergulir tanpa henti mengalir
Angin sayup-sayup terus saja bertiup
Api membara menyapa insan terluka
Udara ikhlas dan teduh mengiringi denyut menyeluruh.


Persimpangan Jalan


Pusat kota itu menjadi perenungan senjamu
Berbekal kantong berisi bekas minuman
Satu per satu kau pungut hingga meluap
Hanya satu pinta pada yang esa
Masih adakah hari esok untukmu.

Pesisir Selatan, Desember 2012


---------------
Dodi Saputra
, lahir di Mahakarya, 25 September 1990. Mahasiswa Jurusan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Sedang bergiat di sekolah menulis Forum Lingkar Pena unit STKIP PGRI Sumatera Barat.


Lampung Post, Minggu, 6 Januari 2013